Balada Toilet di Tanah Suci

Antri Toilet di Muzdalifah / photo Junanto

“Kebersihan Sebagian Dari Iman”, itu pesan penting dari Nabi Muhammad SAW yang artinya adalah agar umat Islam senantiasa menjaga kebersihan. Namun dalam realita tentu tidak mudah, apalagi kalau sudah bersentuhan dengan fasilitas umum seperti toilet.

Satu hal menarik yang menjadi catatan saya saat beribadah haji ke tanah suci beberapa waktu lalu adalah urusan toilet umum. Saat musim haji tiba, urusan toilet umum menarik untuk dicermati. Selain masalah kebersihannya yang kadang kurang terjaga, juga soal antriannya yang kurang tertib.

Suatu malam kami menempuh perjalanan dari Mekah ke Madinah dengan menggunakan bis kota. Di tengah jalan, supir bis berhenti di rest area untuk memberi kesempatan juga bagi para jamaah haji yang ingin buang air.

Kondisi toilet umum di rest area tersebut sangatlah menyedihkan. Menurut saya, beberapa toilet umum di pemberhentian rest area Arab Saudi tidak direkomendasikan untuk buang hajat. Selain karena antriannya yang panjang dan kacau balau,  kebersihannya juga tidak terjamin.

Beberapa orang Jepang yang berangkat haji bersama saya terlihat agak kaget saat melihat kondisi toilet umum di Arab Saudi. Tapi sebagaimana orang Jepang, mereka diam saja dan tidak protes. Maklum, meski Jepang bukan negara Islam,  kalau urusan toilet umum, mereka sudah mengikuti hadits Nabi. Rata-rata toilet umum di Jepang bersih dan wangi

Di Masjidil Haram, masalah kebersihan toilet lebih baik. Ada banyak petugas yang rutin mengecek kebersihan. Tapi masalahnya di sana bukan soal kebersihan, melainkan antrian yang luar biasa parahnya.

Bisa dibayangkan, ada sekitar tiga juga orang berkumpul di satu tempat secara bersamaan. Kalau sepuluh persen saja ingin pergi ke toilet, urusannya bisa jadi sangat serius. Akibatnya, kalau kebelet buang air di Masjidil Haram, kita akan merasakan sebuah perjuangan yang menuntut banyak kesabaran dan pengorbanan.

Pemerintah Arab Saudi tentu telah berupaya untuk menambah jumlah toilet di banyak lokasi. Namun bagi saya rasanya jumlah toilet masih belum memadai, terutama di kawasan sekitar Masjidil Haram. Hal ini justru tidak terlihat di Masjid Nabawi, Madinah. Suasana toilet di Nabawi lebih bagus dan antriannya juga tidak terlihat panjang. Mungkin karena jumlah jamaah haji di Madinah lebih sedikit, dan toilet umumnya jauh lebih banyak serta luas tempatnya.

Sementara di Masjidil Haram, saya sering melihat terjadinya insiden-insiden kecil di toilet, yang dipicu oleh jamaah yang berebut mengantri masuk toilet.

Sebagai informasi, model toilet pria di Arab tidak menggunakan kloset gantung, sebagaimana banyak terdapat di toilet negara-negara lain. Para jamaah pria tidak bisa kencing sambil berdiri sehingga harus masuk ke dalam ruang toilet jongkok. Hal ini tujuannya untuk menjaga kebersihan saat buang air. Namun akibatnya, waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama, dan antrian menjadi panjang.

Saya pernah suatu waktu ingin buang air kecil dan masuk ke toilet umum di Masjidil Haram. Waah, sungguh berat perjuangannya. Tidak ada jamaah yang mau mengantri. Mereka malah saling berebutan untuk masuk ke dalam toilet. Satu toilet misalnya, dikerubuti (bukan diantri) lebih dari 10 orang. Saat pintu terbuka, mereka saling dorong dan rebutan untuk masuk. Akhirnya, kerap terjadi keributan dan perang mulut.

Kita tentu maklum bahwa jamaah haji yang datang ke Mekah, terdiri dari beragam suku bangsa dengan aneka latar belakang pendidikan serta kebiasaan. Mungkin ada jamaah yang dari negaranya biasa hidup keras dan bersaing untuk mendapatkan segala sesuatunya. Tak bisa disalahkan juga kalau mereka terbiasa saling serobot tanpa memikirkan orang lain.

Meski kita sudah berada di depan pintu toilet, jangan berpuas diri dulu akan bisa masuk sesudahnya. Bisa saja, saat pintu terbuka, tiba-tiba orang berbadan besar mendorong kita dan menyerobot masuk lebih dahulu.

Satu orang tua hampir terlibat perkelahian dengan anak muda saat berebut masuk ke toilet. Masing-masing mengklaim lebih berhak duluan masuk. Yah hal itu wajar terjadi. Kalau sudah demikian halnya, saya akhirnya menyerah dan memilih kembali ke hotel untuk buang air.

Pemandangan seperti itu ternyata juga membuat stress beberapa jamaah haji yang berasal dari Jepang. Saya melihat wajah Omar-san cukup tegang selama di Mekah. Jarang sekali ia tersenyum. Mungkin karena beberapa kali ia diserobot orang saat hendak ke toilet.

Namun karena kita semua sedang beribadah haji, kesabaran harus diutamakan. Jadi ketimbang kesal dan memaki-maki orang yang mengantri, akhirnya kita membuat strategi soal toilet. Strategi ini juga diajarkan oleh banyak rekan-rekan yang pernah naik haji, ataupun yang pergi bersamaan. Intinya, sebelum pergi ke Masjid, selesaikanlah terlebih dahulu urusan-urusan ke belakang. Kalau sudah bersih, baru berangkat.

Dengan demikian, urusan pergi ke toilet lebih bisa diminimalisir dan kita dapat terhindar dari insiden-insiden adu mulut dan berebutan di toilet. Insya Allah.

Salam.

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *