Mencari makanan halal di Tokyo gampang-gampang susah. Kalau kita meyakini bahwa daging yang kita makan harus disembelih secara Islam, maka mencari mencari restoran halal di Tokyo bisa jadi masalah tersendiri.
Tapi bukan berarti tidak ada restoran halal di Tokyo. Tidak perlu khawatir, karena jumlahnya banyak sekali. Kalau mau makanan Jepang, cara paling aman adalah memilih ikan. Tapi itupun kita masih kadang ragu dengan ingredient-nya, seperti campuran sake dan mirin.
Nah, kalau tidak mau berisiko, cara paling aman adalah mencari restoran Turki atau India. Teman saya, mas Nandar, punya prinsip seperti itu. Jadi, ia rajin melakukan survey berbagai jenis makanan atau restoran halal di Tokyo. Hasil surveinya, sekitar 80 persen restoran halal di Tokyo adalah restoran India dan Turki. Sisanya, ada restoran Indonesia, Thailand, dan Arab. Meski tidak semua restoran India itu halal, sebagian besar di antaranya relatif memiliki sertifikat halal.
Di sekitar tempat kami berkantor, restoran India halal banyak jumlahnya. Favorit kami adalah restoran Raj yang terletak di Ginza. Mereka mengatakan bahwa daging yang disembelihnya menggunakan cara Islam. Menu makanan di Raj ini buffet. Kita bisa makan sepuasnya. Nan atau roti-nya juga jagoan. Aromanya harum dan rasanya pas.
Selain itu, ada lagi restoran Maharaja Marunouchi. Resto itu bahkan memasang label atau sertifikat halal di depannya. Insya Allah, Halal. Menunya, mulai dari samosa hingga dosa masala, enak rasanya.
Hal yang mengagetkan, pemilik Maharaja adalah orang India yang lahir dan besar di Jakarta, tepatnya di kawasan Pasar Baru. Kami sempat berbincang-bincang dengannya. Ia mengaku masih punya hubungan saudara dengan Raam Punjabi yang menguasai dunia sinetron tanah air. Katanya, ayahnya dan ayah Punjabi kakak beradik. Waah hebat, siapa tau kita bisa direkrut main sinetron nih (ga nyambung).
Ada satu lagi restoran Turki halal di gedung Kokusai, tempat berkantornya BNI 46 Tokyo. Namanya “Topkappi”. Kata pemilik restorannya, ia membeli daging di toko halal. Penyajiannya juga dijamin halal. Sajian Topkappi bermacam-macam, mulai dari kebab hingga ayam. Tapi yang menarik dicoba di resto ini adalah Gozleme, atau sejenis martabak berisi sayuran dan keju. Rasanya gurih dan khas Turki.
Baru-baru ini, sekitar bulan lalu, ada satu lagi restoran India halal dibuka. Lokasinya tak jauh dari Topkappi. Nama restorannya “Mumbai”. Pemilik resto Mumbai, masih adek dari pemilik resto Maharaja Marunouchi.
Saya dan Nandar beberapa waktu lalu mencicipi cita rasa Mumbai. Resto Mumbai ini menarik perhatian banget. Di depannya ada satu bajaj berukuran asli “nongkrong” dengan aneka hiasan asli India. “Suasananya jadi kayak di Calcutta nih”, ujar Nandar sambil memasuki restoran.
Menurut juru masaknya, daging di Mumbai ini dijamin halal. Dua orang juru masaknya juga adalah muslim. Tentu saja Nandar lega dan tenang. Kamipun mencicipi aneka menu yang ditawarkan Mumbai. Mulai dari chicken masala, dal, dan aneka kari.
Satu hal menarik dari Mumbai adalah penampilan para pelayan wanita yang mengenakan baju tradisional India. Padahal, para wanita itu adalah orang Jepang. Jadi lucu juga melihat orang Jepang berpakaian India dengan perut terbuka.
Makanan India di Tokyo merupakan salah satu makanan etnis yang disukai oleh orang Jepang. Kari adalah bagian dari kuliner Jepang yang diakulturasi dari India. Namun, mengingat tak banyak orang Jepang yang suka pedas, maka tingkat kepedasan dan bumbu India di Tokyo juga cenderung “mild”.
Bagi para petualang kuliner, tentu mencicipi makanan India di Tokyo belum tentu memuaskan. Tapi kalau kita punya concern akan kehalalan makanan, jenis makanan ini bisa jadi alternatif makan kita. Jadi, jangan hanya makan onigiri saja kalau mampir ke Jepang.
Ingin makan kenyang dan halal, silakan mampir ke berbagai restoran halal yang marak di Tokyo.
Salam halal.
Saya tetap pada satu pernyataan, bahwa beruntunglah kita memiliki rekan Junanto di Jepang yang amat jeli melihat keadaan sekeliling, yang ditulis secara teliti dan menarik. Banyak orang Indonesia yang menetap di luar negeri tapi tidak berkeinginan menuliskan keadaan sosial budaya di sana, kurang sensitif atau memang tidak berperhatian untuk disebarluaskan dalam bentuk tulisan. Akhirnya, kenangan hanya akan berlalu begitu saja, tanpa jejak rekam apapun. Dan tidak ada penyebaran manfaat bagi orang lain…
Junanto, menulislah terus !
Makasih banyak mbak Linda. Salam hangat selalu dari Tokyo.