Pekan lalu, saya bertemu dengan Pak Freddy Istanto, Direktur Surabaya Heritage Society. Kita berdiskusi panjang tentang kekayaan heritage, atau bangunan bersejarah, yang ada di Surabaya.
Surabaya memang terkenal memiliki banyak bangunan bersejarah. Perjalanan panjang sebagai kota dagang di zaman kolonial, melatarbelakangi berdirinya berbagai bangunan tersebut. Sayangnya, saat ini banyak bangunan bersejarah yang terbengkalai. Masih lumayan kalau hanya terbengkalai, sebab banyak pula yang sudah dirobohkan dan diganti dengan ruko atau tempat perbelanjaan.
Dari pak Freddy pula saya mendengar bahwa Surabaya memiliki satu-satunya bangunan sinagog bersejarah di Indonesia. Sinagog adalah tempat ibadah agama Yahudi. Lokasinya di Jalan Kayon no 4-5, Surabaya. Memang tidak banyak orang yang mengetahui bahwa bangunan berarsitek Eropa yang ada di jalan tersebut, adalah tempat ibadah agama Yahudi.
“Dari luar, bangunan tersebut tampak seperti rumah biasa”, imbuh pak Freddy. Satu hal yang membedakan adalah terdapatnya logo Bintang Daud dan tulisan Ibrani di pintu masuk depan. Bangunan itu awalnya adalah rumah yang ditinggali oleh seorang dokter keturunan Yahudi Belanda. Pada tahun 1939, (beberapa sumber mengatakan tahun 1948), rumah tersebut diubah fungsinya menjadi Sinagog.
Sayangnya, kata pak Freddy, bangunan itu sudah dirobohkan sekarang. Sudah rata dengan tanah. Kabarnya tanah dan bangunan itu dibeli oleh sekelompok pengembang dan akan didirikan bangunan baru di sana.
Kalau sinagog tersebut termasuk dalam bangunan cagar budaya, tentu pembongkaran bangunan bersejarah patut disayangkan. Berdasarkan UU No 11 tahun 2010, Pasal 104 dan 105, bangunan yang termasuk cagar budaya dilarang keras dibongkar, dan ada denda bagi siapapun yang berusaha membongkarnya.
Memang, beberapa waktu lalu sempat ada aksi demonstrasi dari kelompok masyarakat untuk memprotes aksi Israel di Palestina. Mereka membakar bendera Israel dan mengibarkan bendera Palestina di Sinagog tersebut. Setelah itu, bangunan sinagog sempat disegel Pemerintah Kota.
Namun, menurut informasi dari beberapa kalangan, aktivitas sinagog tersebut sudah lama sepi. Hanya ada sekitar 10 orang Yahudi di Surabaya yang masih secara rutin beribadah di sana. Itupun sangat jarang. Tidak ada Rabbi atau Pendeta Yahudi, tidak ada persembahyangan (karena jumlahnya jamaah terlalu sedikit), dan tidak ada kitab Taurat di dalamnya.
Saya sempat lewat ke lokasi Sinagog tersebut dan melihat bangunannya sudah rata dengan tanah. Dari hasil bincang-bincang dengan petugas parkir dan beberapa orang yang sudah lama tinggal di sana, rumah itu terakhir ditinggali oleh seorang warga Belanda keturunan Yahudi, dan satu keluarga Indonesia. Namun, karena sudah semakin tua dan sakit-sakitan, warga Belanda tersebut pindah ke rumah lain. Yang tersisa adalah seorang ibu, yang konon keturunan Yahudi dari garis ayahnya. Entah di mana saat ini keberadaan dari ibu tersebut dan keluarganya.
Bangunan sinagog di jalan Kayon Surabaya itu sebenarnya menjadi sebuah saksi sejarah penting tentang persentuhan Yahudi dengan Indonesia di masa lalu. Meski saat ini Indonesia tidak mengakui Yahudi sebagai agama resmi, keberadaan bangunan tersebut menjadi bukti bahwa di masa lalu bangsa Indonesia pernah hidup berdampingan dengan bangsa Yahudi.
Ditilik dari perjalanan sejarah, kedatangan kaum Yahudi di Surabaya sudah terjadi sejak abad 19. Saat itu banyak Yahudi Belanda yang bekerja di perusahaan kolonial. Setelah itu, mulai berdatanganlah beberapa anggota komunitas imigran dari Irak atau Yaman.
Di masa Pemerintahan Belanda di Indonesia, Agama Yahudi diakui sebagai agama resmi. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, hak penganut Yahudi juga sempat disamakan dengan agama lain, melalui surat keputusan Menteri Agraria yang dirilis pada tahun 1961.
Bagi mereka yang mempelajari perjuangan arek-arek Suroboyo pada peristiwa 10 November 1945, tentu ingat dengan tokoh Charles Mussry. Ia adalah Yahudi Surabaya yang saat itu bahu membahu membantu arek Suroboyo untuk mengusir Belanda.
Sejarah memang penuh kisah menarik. Dari sejarah pula, kita bisa merenung dan belajar banyak. Presiden Soekarno mengingatkan kita agar jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karena bangsa yang besar adalah mereka yang belajar dari sejarah pendahulunya. Dan salah satu wahana penting dalam mempelajari sejarah adalah dari berbagai bangunan bersejarah yang ada.
Terlepas dari pro kontra yang muncul, sungguh amat disayangkan kalau bangunan-bangunan itu dirobohkan.
Surabaya memang terkenal memiliki banyak bangunan bersejarah. Perjalanan panjang sebagai kota dagang di zaman kolonial, melatarbelakangi berdirinya berbagai bangunan tersebut. Sayangnya, saat ini banyak bangunan bersejarah yang terbengkalai. Masih lumayan kalau hanya terbengkalai, sebab banyak pula yang sudah dirobohkan dan diganti dengan ruko atau tempat perbelanjaan.
salam kenal Mas, menarik soal tulisan ini, apa Mas punya alamat email saya mo nulis ttg artikel ini? sukses selalu
kejadiannya sudah lama tapi turut prihatin atas runtuhnya salah satu bangunan sejarah di indonesia..