Dalam memulai usaha, buku-buku teks dan manajemen umumnya mengajarkan kita untuk menetapkan tujuan terlebih dahulu. Setelah ditetapkan, kita lalu menyusun rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Tapi, menurut Bob Sadino, yang juga akrab dipanggil Om Bob, hal itu omong kosong belaka. Itu hanya teori anak sekolah. “Hiduplah Tanpa Rencana”, begitu pesannya pada saya beberapa waktu lalu.
Hal itu tentu mengagetkan saya, yang sejak kecil diajarkan untuk membuat rencana dan tujuan, terutama dalam pekerjaan dan usaha. Bagaimana mungkin usaha tanpa tujuan. Tapi itulah yang disampaikan oleh Om Bob.
Sebuah kehormatan bagi saya saat diundang oleh Om Bob untuk makan siang di kafenya, yang terletak di dalam Super Market KembChick, Kemang, Jakarta Selatan. Sebelumnya, saya dan Om Bob pernah bertemu di Tokyo dalam acara Seminar Wirausaha yang diadakan di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT). Di Kem Chick Jakarta, kita bertemu lagi untuk berbincang-bincang mengenai kewirausahaan di Indonesia, termasuk membahas sisi-sisi sosial, kultur, dan budaya pada umumnya. Selain saya dan Om Bob, juga hadir pak Marlock, sahabat Om Bob.
Melihat kemegahan Kemchick, dengan Apartemen Mansion mewah yang dibangun di atasnya, tentu wajar bila saya bertanya apakah saat dulu Om Bob memulai usaha pernah menetapkan tujuan akhir sehingga usahanya akan besar seperti saat ini. Jawabnya, tidak pernah terpikirkan. Ia bekerja tanpa tujuan dan rencana.
“Bagaimana mungkin punya tujuan”, ujar Om Bob. “Saya memulai usaha hanya dari berjualan telor dari rumah ke rumah. Boro-boro berpikir punya warung, apalagi supermarket”, sambungnya.
“Lalu, bagaimana bisa besar seperti ini?”, tanya saya kemudian. Jawabnya, “40 tahun!” … Inilah makna dari sebuah proses.
Ya, Om Bob mengajarkan saya akan pentingnya sebuah proses. Pentingnya perjalanan, ketekunan, akumulasi pengalaman, dan kesabaran. Hal itu yang saat ini masih kurang dimiliki oleh para wirausahawan muda. Umumnya mereka mudah menyerah, ingin hasil instan, dan cengeng meminta aneka fasilitas.
Menyinggung ke sektor pertanian dan peternakan, sisi usaha di mana Om Bob berkecimpung, ia berpesan pada saya. “Kalau ada petani yang ribut mengatakan bahwa ia perlu kredit agar usaha pertaniannya jalan, itu berarti dia bukan petani. Kamu harus hati-hati, karena bisa jadi mereka hanya mengatasnamakan petani !”.
Paradigma yang selama ini selalu ditanamkan pada kita, bahwa “Modal” itu adalah “Uang”. Jadi, kalau mau memulai usaha, kita harus punya uang. Padahal, itu paradigma yang salah. Modal itu bukan Uang. Bagi Om Bob, uang itu nomor seratus. Ketekunan, kesabaran, dan kemampuan membaca peluang, jauh lebih penting dari uang. “Coba tanyakan pada pengusaha-pengusaha sukses yang memulai dari bawah, umumnya mereka akan mengatakan hal yang sama, bahwa uang atau kredit bank, itu nomor sekian”, lanjut Om Bob.
Apa yang dikatakan oleh Om Bob siang itu sungguh menarik untuk direnungkan. Kata-katanya tentu bukan asal ngomong, karena ia telah membuktikannya sendiri. Ia mengajarkan kita makna sebuah perjalanan, kesabaran, dan ketekunan. Hal inilah yang menurut saya sangat penting saat ini, terutama bagi para wirausahawan muda yang cenderung ingin sukses dalam waktu singkat.
Usai makan siang, saya diajak tur singkat oleh Om Bob untuk melihat suasana Super Market Kem Chick. Sambil melihat, Om Bob menjelaskan cerita dan aneka hal terkait dengan barang-barang yang disajikan di sana. Ia juga secara ramah menegur karyawannya (ia tidak pernah menyebut mereka karyawan, tapi anak-anaknya), serta pelanggan yang datang. Suasana kekeluargaan memang mewarnai KemChick.
Sambil berjalan, saya bertanya lagi, “Mengapa aura KemChick berbeda dibanding super market yang lain?” Jawab Om Bob, “Itulah aura dari sebuah perjalanan panjang, yang belum berakhir, dan akan terus bergulir ke depan”.
Di usianya yang 82 tahun, semangat seperti itu sungguh luar biasa. Semoga semangat itu bisa tumbuh juga di diri kita semua, khususnya generasi muda Indonesia. Salam.
mengapa hidup tanpa rencana?