Arti Dewasa di Mata Orang Jepang

Anak-anak muda Jepang usai upacara Seijin Shiki / photo Junanto

Menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Dewasa memang bukan semata terkait dengan bertambahnya usia, tapi bagaimana seseorang mampu menyikapi kehidupannya secara bertanggung jawab. Hal itu disampaikan oleh salah satu pejabat kelurahan di Jepang, saat pelaksanaan upacara “Hari Menjadi Dewasa” (Seijin no Hi) di Balai Rakyat Meguro, Tokyo, tanggal 9 Januari 2012.

Makna kedewasaan memang menjadi perhatian serius di Jepang. Setiap hari Senin minggu kedua bulan Januari, diselenggarakan upacara menjadi dewasa (Seijin Shiki) yang bertempat di seluruh penjuru Jepang. Biasanya upacara dilakukan di Balai Rakyat kelurahan setempat. Hari Menjadi Dewasa juga dijadikan hari libur nasional di Jepang.

Saat upacara Seijin Shiki kemarin (9/1), saya menyempatkan diri untuk datang menyaksikan keramaian anak-anak muda Jepang yang mengikuti upacara tersebut. Kebetulan Balai Rakyat Kelurahan terletak tak jauh dari tempat tinggal saya.

Saat Hari Menjadi Dewasa tiba, pemerintah lokal mengundang setiap anak muda di wilayahnya yang sudah berusia mencapai 20 tahun, terhitung dari April tahun lalu, hingga April tahun ini. Mereka dikumpulkan, diberi wejangan oleh para sesepuh, dan dinyatakan sudah menjadi dewasa sejak upacara itu.

Sejarah Seijin Shiki dimulai sejak tahun 714, saat seorang pangeran di Jepang dikenakan pakaian dan tata rambut baru untuk menandai kedewasaannya. Dan sejak tahun 1948, hari Dewasa tersebut dijadikan hari libur nasional, untuk menandai pentingnya kedewasaan bagi bangsa Jepang.

Di upacara tersebut, para wanitanya datang mengenakan aneka ragam kimono yang berwarna-warni dan cantik. Para prianya sebagian mengenakan kimono, namun banyak juga yang mengenakan jas model barat.

Dengan banyaknya kimono aneka ragam tadi, suasana di Balai Rakyat Meguro menjadi sangat meriah. Saya sempat berbincang-bincang dengan beberapa anak muda di sana yang menyatakan kegembiraannya usai mengikuti upacara Seijin Shiki.

Mereka tentu senang, karena terhitung sejak upacara ini, sudah dianggap dewasa dan menjadi orang bebas. Setelah mendapat cap dewasa, anak-anak Jepang juga sudah bebas menentukan kehidupannya. Mereka sudah boleh merokok, minum alkohol, bahkan (maaf) melakukan seks bebas. Orang tua di Jepang umumnya sudah tidak banyak melarang atau mengatur lagi kehidupan pribadi anaknya yang sudah dewasa.

Namun sehubungan dengan makna kata “bebas”, di upacara seijin shiki, para sesepuh dan tetua kota memberi wejangan kepada anak-anak tentang pentingnya menjadi dewasa. Menjadi dewasa sangat berbeda dengan menjadi tua. Dalam wejangannya, sesepuh kelurahan mengatakan bahwa menjadi dewasa berarti bertanggung jawab akan kebebasan yang diberikan. Boleh melakukan apa saja, tapi akibatnya ditanggung sendiri, dan seseorang harus berani mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Inilah makna kedewasaan yang ditanamkan pada upacara Seijin Shiki.

Menjadi dewasa dan bebas di Jepang memang bukan berarti “free to do anything” atau bisa melakukan apa saja “semau gue”. Diingatkan bahwa kebebasan seseorang juga akan berhadapan dengan kebebasan orang lain di tengah masyarakat. Orang bebas, adalah mereka yang mampu mengendalikan kemauannya karena memikirkan kebebasan orang lain juga. Dalam bahasa kita, hal ini dinamakan dengan “tepa selira”.

Di Jepang, kerukunan bermasyarakat menjadi sentral dari kedewasaan dan kebebasan manusianya. Orang bebas memang bukan mereka yang bebas menyerobot antrian, sembarangan buang sampah atau merokok, tertawa seenaknya di tempat umum, saling serobot di jalan raya, atau bahkan memberi komentar yang kasar dan menyakitkan. Itu bukanlah ciri orang bebas dan dewasa, melainkan kanak-kanak.

Sering saya bertemu dengan teman yang dengan ringannya berkata, “gue kan udah bayar, ya terserah gw dong. Ini negara bebas”. Ia merasa bahwa menjadi bebas adalah bisa bertindak bebas sesuai keinginannya. Padahal, orang yang seperti itu bukanlah orang bebas. Mereka justru terpenjara dan diperbudak oleh nafsu dan dirinya sendiri. Kebebasannya hilang karena ia tidak memperhatikan kebebasan orang lain.

Di Jepang, makna bebas adalah kemampuannya untuk bisa mengendalikan diri di masyarakat, sebagaimana pesan sentral di upacara Menjadi Dewasa. Tak heran masyarakat Jepang lebih tertata karena masing-masing orang saling memperhatikan dan menjaga kerukunan.

Usai upacara Seijin Shiki, sebagian besar remaja umumnya melanjutkan hari dengan mengunjungi kuil yang ada di seantero Tokyo atau sekedar berjalan-jalan di kota. Di hari Seijin Shiki, kita akan banyak melihat kimono berseliweran di Tokyo. Anak-anak muda itu bangga karena telah menjadi dewasa, di tengah-tengah bangsa yang dewasa.

Salam.

2 comments

  1. mungkin ini salah satu alasan kenapa masyarkat jepang terkenal akan keteraturan dan kedisiplinannya. tulisan sangat bagus mas, jadi sedikit belajar tentang kultur masyarakat jepang. salam kenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *