Pekan lalu, beberapa keponakan dari Jakarta datang berkunjung ke Surabaya. Senna dan Sammy, keduanya adalah pecinta makanan pedas. Langsung saja saya tawari uji nyali untuk mencicipi Nasi Goreng Jancuk, yang terkenal “pedesnya kayak setan”.
Rasanya? Betul betul membuat lidah terbakar, dan perut meleleh. Tak heran kalau dinamakan dengan Nasi Goreng Jancuk. Kalau sudah kepedesan, orang Surabaya suka misuh, atau mengumpat, dengan kalimat “Jancuk” itu tadi.
Menurut Chef Deddy, pembuat nasi goreng Jancuk yang sempat saya temui, untuk satu porsi nasi, ia menggunakan cabai sebanyak setengah kilo. “Waaak! Setengah kilo mas?” , ujar saya tertahan.
“Ya!”, jawab mas Deddy. Dan bukan sekedar cabe, namun ia menggunakan cabe rawit merah yang pedesnya melintir.
Akhirnya sore itu, kami meluncur ke Surabaya Plaza Hotel, tempat nasi goreng Jancuk dibuat. Banyak orang mengira bahwa nasi goreng jancuk dijual di gerobak atau pinggir jalan. Padahal bukan. Nasi Goreng Jancuk adalah kreasi dari seorang Chef di Surabaya Plaza Hotel. Konon dulu ceritanya ia diminta oleh kawan-kawannya untuk membuat nasi goreng. Dalam keadaan lelah, ia mencoba meracik bumbu yang tidak biasa, terutama jumlah cabainya. Ketika temannya memakan, mereka semua berkata, “Jancuk cak, pedese”. Nah rupanya mereka ketagihan. Jadilah sejak itu Nasi Goreng itu dinamakan Nasi Goreng Jancuk.
Nasi goreng Jancuk disajikan dalam satu wadah besar dengan alas daun pisang. Satu porsi Nasi Goreng Jancuk bisa dimakan untuk 4-5 orang. Ada dua pilihan rasa, pedas atau ekstra pedas. Kedua-duanya pastinya sangat pedas. Coba lihat di foto ini, betapa di setiap sudut nasi tersebar pecahan-pecahan cabe rawit oranye yang pedesnya ajib-ajib melintir.
Saat nasi disajikan, kita semua tegang. Khawatir kalau kemudian perut kita tidak tahan. Masing-masing dari kita menakar ketahanan perut masing-masing. Mampukah perutku memakan setengah kilo cabe rawit ini, itu pertanyaan kita masing-masing. Memang betul, kalau kondisi perut sedang tidak aman dan stabil, saya sarankan menghindari makanan ini. Daripada menimbulkan turbulensi perut dan lecet di knalpot. Repot nanti jadinya. Tapi bagi pecinta pedes, inilah kenikmatan.
Bismillah, kita semua mencoba. Betul juga, pedesnya melintir. Tapi, seru! Semuanya suka akan kelezatan nasi ini. Soal pedas, beberapa dari kami langsung menyerah. Byanca, keponakan saya yang tidak tahan pedas, hanya sanggup mencicipi satu suap saja. Wajahnya sudah langsung berkeringat. Tapi Senna dan Sammy, dengan santai tetap melahap butir butir cabai yang tersebar di penjuru nasi goreng. Luar biasa memang ketahanan lidah dan perutnya.
Untuk mencicipi Nasi Goreng Jancuk di Hotel Plaza Surabaya, saya sarankan memilih paket saja. Ada Paket Mbledooz, yang sekaligus menyertakan satu pitcher es teh manis. Kalau sudah kepedesan, minum es teh manis kadang tidak terukur. Jadi daripada membeli dalam gelas, lebih baik satu pitcher beramai-ramai.
Makan Nasi Goreng Jancuk ini bukan semata soal rasa nasi goreng. Tapi keseruan pengalaman mencicipi makanan yang luar biasa pedasnya.
Dan di meja makan itu, kata-kata “Jancuk”, yang biasanya terkesan kasar, menjadi sebuah keakraban. Sambil kepedesan, kita semua berseru, “Jancuuuk pedese”.
Makasih info kulinernya, Pak Junanto 🙂
Waduh, baca ini di tengah-tengah hari pertama puasa bikin ngiler dan kepengen 😀
Tapi, walaupun saya penggemar masakan pedas, kira-kira kuat gak ya makan nasi goreng Jancuk ini?
Kalau gemar masakan pedas, InsyaAllah kuat mbak 🙂 … Monggo dicoba hehehe
Kalau gemar masakan pedas, InsyaAllah kuat mbak 🙂 .. Monggo dicoba hehe
Kalau gemar makanan pedas, InsyaAllah kuat mbak … Monggo dicoba hehehe
ada Dhifa alias Byanca …kponakan saya juga dia … hehee
Iya mbak Nita, sama sama keponakan kita 😀
Iya mbak, sama sama keponakan kita 😀