Sting masih menyengat !!
Di usianya yang ke 59, penyanyi kelahiran Inggris, Sting, tampil memukau di Stadion Budokan, Tokyo, semalam (19/1). Sting, yang berada di Tokyo selama tiga hari, melakukan rangkaian tur yang disebutnya “Symphonicity Tour”. Aksi tour itu dimulai dari Amerika, Eropa, Korea, Jepang, Australia, dan berakhir di New Zealand. Sayang sekali tidak mampir di Jakarta.
Penampilan Sting sungguh memesona. Ia bukan hanya tampil, namun mampu membawa penonton terbuai dalam alunan musiknya. Stadion Budokan tadi malam buncah oleh antusiasme penonton, yang kebanyakan adalah warga Jepang.
Sting memang memukau. Pada konsernya di Tokyo kali ini, ia mengikutsertakan Tokyo New City Orchestra untuk mengiringinya. Aliran musiknya yang bernafaskan jazz, bertambah getar saat dimainkan bersama iringan orkestra. Sungguh mengasyikkan melihat Sting menyanyi dengan diiringi oleh pemain cello, biola, piano, dan obo. Sedikitnya ada 50 anggota Tokyo New City Orchestra yang terlibat dalam konser itu.
Selain itu, beberapa unsur etnik juga diikutsertakan dalam penampilan Sting semalam. Perkembangan musik Sting, dari punk, jazz, kemudian memasukkan unsur klasik dan etnik, membuat gaya musiknya berbeda. Evolusi Sting inilah yang menyengat ribuan penonton, dan penggemarnya.
Konser dibuka dengan lagu “If I Ever Lose My Faith in You”. Penonton berteriak histeris menyambut lagu pembukaan itu. “Konbanwa, Domo Arigatou”, demikian Sting mengucapkan salam pada penonton di Jepang.
Beberapa lagu The Police, selanjutnya dinyanyikan dengan iringan orkestra. Lagu “Every Little Thing She Does is Magic”, “King of Pain”, “Roxanne”, “Next to You”, “Every Breath You Take”, menghentak penonton dan membawa kembali pada memori kejayaan The Police di tahun 80-an. Aksi panggung Sting, dengan meloncat dan melipat kaki, yang menjadi cirinya saat menjadi vokalis The Police, sesekali dilakukannya.
Meski usia sudah tak muda lagi, Sting masih tampil prima menyanyikan sekitar 26 lagu selama kurang lebih 3,5 jam, dengan istirahat 20 menit. Ia terlihat jauh lebih muda dari usianya. Dengan postur tubuhnya yang masih tinggi dan gagah, ia tampil energik meneriakkan suaranya yang khas serak dan parau.
Sting juga memukau penonton dengan tembang-tembang anyarnya. Kala “When We Dance” dinyanyikan, banyak penonton yang terdiam penuh haru. Alunan musiknya yang mellow, ditambah aksi panggung dua orang yang berdansa berdekapan, menjadikan penonton terbawa perasaan. Lagu ini menggambarkan cinta tak berbalas. Pendekatan Sting di lagu ini bukan pada makna “I love you and you love me”, namun lebih pada “I love you, but you love someone else”.
Saat Sting mengalunkan patahan lirik When We Dance, “He won’t love you, like I love you. He won’t care, for you this way. He’ll mistreat you, if you stay. Come and live with me…..”, banyak pasangan muda yang yang berdekapan mengikuti gerakan dua penari di panggung.
Setelah mellow, penonton diajak bergerak dinamis oleh aksi Sting berduet dengan penyanyi Jo Lawry dengan gaya gaelic, membawakan tembang “Whenever I Say Your Name” yang ditulis oleh Sting. Lagu ini dinamis, bernada tinggi, dan cepat.
Penampilan yang patut diacungi jempol juga adalah saat Sting membawakan lagu “Moon Over Bourbon Street”. Sebelum menyanyi, Sting mengganti jaketnya dengan jaket panjang model drakula. Suara paraunya mengalunkan kesepian seorang drakula yang tak mampu lagi melihat mentari. Penonton bertepuk riuh saat Sting melolong bagai serigala di ujung lagu.
Buaian Sting terus mengalun dengan lagu-lagu seperti, “English Man in New York”, “Fields of Gold”, dan “Desert Rose”. Konser kemudian ditutup dengan lagu “Message in a Bottle”. Sting memainkan solo lagu tersebut tanpa diiringi musik, kecuali gitarnya. Lampu panggung dimatikan dan hanya menyorot pada dirinya. Itulah penampilan terakhir Sting malam itu. Penonton terpuaskan, terhibur, dan tentu mengenang pesan dari sang Maestro.
Lagu-lagu Sting memang bukan melulu perkara cinta. Kisah tentang politik dan masalah sosial banyak mewarnai lirik lagunya. Dalam “Fragile” misalnya, Sting mengingatkan kita tentang betapa rapuhnya manusia. Oleh karenanya, ia mengecam segala bentuk kejahatan dan kekerasan yang merusak kemanusiaan.
Betapapun waktu berlalu, trauma kekerasan akan selalu membekas dalam diri manusia. Kerapuhan itu, dibawakan Sting, untuk mengingatkan kita semua.
Tommorow’s rain will wash the stain away
But something in our minds will always stay
That nothing comes from violence and nothing ever could ..
On and on the rain will say,
how fragile we are,
how fragile we are,
how fragile we are