Mari kita berbicara soal toilet. Ini adalah hal yang paling banyak dibicarakan dari setiap orang yang mampir Jepang. Umumnya, kita biasa dengan kloset model duduk atau jongkok biasa. Tapi di Jepang, kloset punya makna lebih dari itu. Kloset di Jepang bisa melakukan banyak hal, mulai dari menghangatkan bagian belakang kita dengan pengering (dryer), menyemprot melalui washlet, hingga memainkan Opera 62 karya Mendehlson. Mereka sungguh nyaman dan menghibur, menemani saat-saat “nongkrong” kita.
Saat saya pertama kali tiba di Jepang, sempat norak dan terbingung-bingung waktu duduk di atas kloset Jepang. Hal itu karena saya tidak tahu bagaimana mengoperasikannya. Sempat berpikir lama juga sebelum melakukan eksperimen dengan tombol-tombol. Maklum, biasa pakai gayung sebelumnya hehehe. Untung lah lama lama jadi terbiasa dan semakin mengagumi kecanggihan toilet di Jepang.
Sebenarnya, kloset asli Jepang adalah kloset jongkok, persis seperti kloset-kloset yang ada jaman dulu. Munculnya kloset duduk bertekhnologi washlet, yang dapat menyemprot sendiri itu dimulai pada tahun 1980-an, atau baru sekitar 30 tahun lalu. Saat itu, Toto pertama kali memperkenalkan kloset dengan tiga konsep, yaitu air hangat untuk menyemprot, pengering hangat (dryer), serta dudukan hangat, untuk kenyamanan saat ke belakang.
Seiring dengan perjalanan waktu, konsep kloset terus berkembang. Toto mendedikasikan satu tim insinyur untuk mengembangkan bentuk kloset yang nyaman dan ergonomis bagi manusia. Bentuk kloset terus disempurnakan, mulai dari bidet khusus wanita, pembersih sabun otomatis, hingga respon semprotan yang semakin cepat (kloset model awal butuh sekitar 30 detik untuk menyemprot).
Selanjutnya kecanggihan kloset semakin berkembang, beberapa fitur ditambahkan, mulai dari pengatur tekanan dan volume semprotan air sewaktu membasuh, semprotan air yang bisa memijat (massage spray), tutup kloset yang membuka dan menutup secara otomatis, penyiram kloset otomatis, sistem penyerap bau, panel kontrol wireless yang berada di samping dudukan kloset atau dipasang di dinding yang berdekatan, hingga pemutar musik, maupun suara aliran air sebagai kamuflase (biasanya di kloset wanita).
Di awal-awal tahap pengembangannya, kloset dengan washlet ini hanya dijual untuk kebutuhan rumah dan kantor secara terbatas. Namun sejak tahun 1991, kloset model ini mulai diperkenalkan di toilet umum dan gedung-gedung kantor. Dulu bahkan ada gedung yang mengiklankan “Gedung Kami Punya Toilet dengan Washlet”. Hal itu menunjukkan bahwa gengsi sebuah bangunan terletak dari kecanggihan toiletnya. Sejak itulah, kloset dengan washlet menjamur dan menjadi ciri tekhnologi Jepang.
Meski kloset model washlet menjamur di banyak tempat, kloset model tradisional Jepang masih eksis. Kita masih akan dengan mudah menemukan kloset model tradisional Jepang di berbagai stasiun kereta api, taman (koen) ataupun sekolah-sekolah di Jepang. Tempat tersebut umumnya masih menggunakan jenis kloset jongkok.
Saya sendiri pengagum kloset Jepang. Setiap melewati berbagai tempat atau gedung di Jepang, pasti saya usahakan mampir ke toiletnya. Sebagian dilakukan untuk mengagumi kebersihannya, dan sebagian demi melihat kecanggihan teknologinya.
Ada beberapa toilet di Tokyo yang bentuknya sangat indah dan bersih. Bahkan beberapa di antaranya dirancang dengan sangat serius. Toilet di Museum Meguro Gajo-en misalnya, bentuknya seperti taman Zen. Sebelum masuk ke toilet, kita akan melewati jembatan Jepang klasik. Saat duduk di kloset, kita terasa seperti berada di kedamaian alam Jepang.
Di beberapa gedung pencakar langit daerah Nihonbashi, toilet dirancang futuristik. Saya pernah masuk ke toilet di lantai 30 sebuah gedung, yang bentuknya kaca semua. Di toilet itu, kita bisa melihat pemandangan di bawah seolah kita sedang terbang. Agak ngeri bagi yang takut ketinggian karena kita buang air sambil mellihat bawah yang terbuka. Tapi bagi yang senang sensasi, rasanya mengasyikkan.
Kebersihan memang tidak bisa dilepaskan dari budaya bangsa Jepang. “Kebersihan sebagian dari Iman” bukan sekedar ungkapan di Jepang, namun sudah menjadi aplikatif di lapangan. Sulit sekali kita menemukan toilet yang bau pesing, apalagi yang bertumpukan kotoran seperti di beberapa terminal ibu kota tercinta. Orang Jepang memang menjaga betul makna kebersihan sebagai bagian kehidupan mereka. Dalam bahasa Jepang, “bersih” dan “cantik” diwakili oleh kata yang sama, yaitu “kirei desu”.
Era kloset teknologi tinggi di Jepang nampaknya belum berhenti dan akan terus berkembang. Menurut artikel “Modern Movements in Toilet Technology”, ke depan kloset Jepang akan semakin canggih. Beberapa fitur sedang dikembangkan, misalnya kloset akan dilengkapi sensor laboratorium yang bisa mengukur kadar gula darah dalam urin, denyut jantung, hingga tekanan darah dan lemak. Mantap bukan.
Awalnya saya merasa bahwa kloset hanyalah sekedar sarana ke belakang. Tapi dari kloset dan kebersihan toilet, saya kini bisa menyerap denyut budaya dan kekayaan moral suatu bangsa. Kalau kita ingin menilai moral suatu bangsa, tengoklah toilet umumnya. Di sana kejujuran menunjukkan rupa.
Salam pemerhati kloset.