Hitsumabushi, Bukan Sajian Belut Biasa

Hitsumabushi Set / photo Junanto

Di musim panas, masyarakat Jepang punya tradisi untuk makan belut. Mereka bahkan memiliki hari belut nasional, atau istilahnya doyo no ushi no hi. Pada hari itu, seluruh masyarakat Jepang memakan belut bersama-sama. Belut atau Unagi, adalah makanan populer bagi masyarakat Jepang. Selain kaya akan lemak dan protein, belut dipercaya mampu menjaga stamina di tengah udara musim panas yang menyengat.

Namun, sebagaimana pepatah “Tidak semua pria diciptakan sama”, demikian pula dengan belut. Tak semua hidangan belut memiliki cita rasa yang sama, bahkan di Jepang sekalipun.

Saat musim panas lalu, saya sempat mampir ke Nagoya dan mencicipi salah satu menu belut yang unik di sana. Namanya hitsumabushi.

Apa yang membuat hitsumabushi istimewa? Ternyata ini bukan belut sembarang belut, karena mulai dari cara memanggang, menyajikan, hingga memakannya, memiliki keunikan tersendiri.

Hitsumabushi menggunakan belut khusus yang diambil dari danau sekitar Shizuoka. Umur belut juga tidak boleh terlalu tua, maksimal dua tahun. Belut usia dua tahun memiliki kerenyahan dan kelembutan yang pas di lidah. Setelah dibersihkan, belut dipanggang dengan menggunakan tusuk sate. Bumbunya juga sederhana, cukup dengan kecap Jepang dan beberapa bumbu lokal.

Daging belut Nagoya yang tebal dan lembut tadi kemudian diletakkan di atas nasi. Hal yang membedakan adalah kerenyahan dagingnya. Tekstur daging Hitsumabushi lebih renyah dan crispy dibandingkan unagi biasa, sehingga rasanya juga lebih gurih.

Ritual memakan Hitsumabushi harus melalui tiga tahapan. Tidak boleh langsung dimakan semua. Masing-masing tahapan memiliki sensasi dan gelinjang sendiri-sendiri yang mampu membawa anda merasakan ekstase kenikmatan. Tahap pertama, makanlah nasi dengan unagi bersama-sama. Dengan cara ini, cita rasa unagi yang asli tetap terjaga tanpa campuran kondimen apapun.

Setelah selesai, saya memulai tahap kedua, unagi dan nasi ditaburi dengan bumbu daun bawang, rumput laut (nori) dan wasabi. Cara memakannya adalah dengan mencampur ketiga bumbu tadi dengan nasi dan unagi. Saya mencoba memasukkan sesendok ke mulut. Setelah beberapa saat, hmmmm… rasakan gabungan aroma daun bawang, nori, wasabi, dan gurihnya unagi. Betul-betul  membawa melayang menuju kenikmatan.

Tahap ketiga adalah mencampur sisa nasi, unagi, dan semua bumbu tadi dengan kuah sup yang disediakan. Kuah sup menjadikan sensasi rasa Unagi tadi bertambah nikmat. Gurih, manis, lembut, pedas, renyah, bercampur baur dalam langit-langit mulut anda. Nikmaaat.

Histumabushi biasanya didampingi oleh sup hati belut atau kimoshi. Sup ini menyajikan hati belut yang direbus. Hati belut memiliki ukuran sebesar kelingking orang dewasa. Saya mencoba menghirup kuahnya, dan mengunyah hati belutnya. Hmmm, lezat sekali. Tekstur rasanya seperti hati ayam, namun kelezatan dan kegurihannya punya cita rasa tersendiri.

Belut memang memiliki cita rasa yang luar biasa. Selain nikmat dan lezat, juga bergizi. Dan yang terpenting dari belut, katanya … mampu menambah vitalitas. Mau bukti? Coba saja Hitsumabushi.

Tahap Pertama Memakan Hitsumabushi / photo JH

 

Tahap Dua Memakan Hitsumabushi / photo JH

 

Tahap Tiga Makan Hitsumabushi / photo JH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *