Saat musim gugur tiba, salah satu sajian unik masyarakat Jepang adalah dobin mushi. Ini adalah sup klasik musim gugur yang berisikan jamur matsutake dididihkan dalam teko kecil dari tanah (clay pot). Di musim gugur lalu, saya diundang oleh seorang kawan Jepang untuk mencicipi dobin mushi. Dobin artinya teko kecil dari tanah, sementara mushi berarti dikukus (steam).
Dalam dobin mushi, jamur matsutake dikukus bersama dengan kuah kaldu ayam, suwiran ikan atau udang, dan ditambahkan daun ketumbar. Kadang digunakan potongan belut sebagai variasi. Secara bersamaan, disajikan pula jeruk nipis sebagai penambah cita rasa.
Jamur matsutake adalah sejenis jamur yang tumbuh di daerah Cina dan Jepang. Habitatnya tumbuh di sekitar pohon pinus merah. Semakin menurunnya populasi pinus merah telah menurunkan jumlah jamur matsutake. Akibatnya, jamur matsutake menjadi langka dan mahal. Memang kalau dianalisis dari sisi rasa, jamur matsutake beda dibanding jamur lain, karena kelembutan, kekenyalan, dan aromanya yang sangat khas dan harum.
Melihat pada penampilannya, dobin mushi tampil sederhana dan biasa saja sebagaimana layaknya sup. Namun saat dicoba, hmmm ….. rasanya sungguh mengejutkan. Sungguh tidak menduga betapa di balik kesederhanaan tersimpan kenikmatan.
Cara memakan dobin mushi memiliki etiket tersendiri. Kita bisa mengambil langsung jamur dari dalam teko. Kita juga perlu menuang kuah (dashi) dobin mushi ke cawan kecil yang disajikan bersama. Kuah dobin mushi mengandung sedikit aroma tanah terbakar yang berasal dari difusi claypot yang menyatu dengan kaldu ayam yang mendidih, potongan ikan atau udang, daun ketumbar, dan tetesan jeruk nipis. Hmmmpph, sungguh sensasional dan mendeburi langit-langit mulut saya dengan aroma kenikmatan.
Mungkin dobin mushi terlihat sederhana. Tapi percayalah, kesederhanaan adalah tanda kenikmatan. Sungguh sebuah sajian yang menyenangkan.
kok kayak sayur kelor ya?
tampang biasa tapi kaya manfaat. hehe