Satu hal yang “must see” atau wajib dilihat kalau mampir ke Tokyo adalah mengunjungi pasar ikan Tsukiji. Ini adalah pasar yang terletak di pusat kota Tokyo dan merupakan pasar grosir ikan dan sea food terbesar di dunia.
Hal yang paling menarik dari berkunjung ke pasar Tsukiji adalah melihat lelang ikan tuna. Kita dapat menyaksikan ikan tuna yang besarnya melebihi tubuh orang dewasa dan harganya mencapai jutaan Yen, atau miliaran Rupiah.
Melihat sejarahnya, pasar ikan di Tokyo ini telah berdiri sejak jaman Edo (sekitar tahun 1800-an). Saat itu Tokugawa Ieyasu mendirikan pasar ikan dengan mengundang para nelayan dari penjuru Jepang. Ikan yang dibeli digunakan untuk keperluan makan para shogun. Lokasinya saat itu di sekitar jembatan Nihonbashi, tak jauh dari lokasi sekarang.
Sejak Gempa Bumi besar di Tokyo tahun 1923, pasar ikan Tokyo dipindahkan ke lokasi saat ini. Konstruksinya selesai pada tahun 1935, dan mulai beroperasi di tahun yang sama.
Saat ini, pasar ikan Tsukiji menangani lebih dari 700 ribu metrik ton seafood dalam setahun, dengan nilai 600 miliar Yen atau sekitar 6 milliar dolar AS.
Sejak pertama kali tiba di Tokyo, saya selalu berkeinginan untuk melihat lelang ikan tuna. Namun beberapa kali lokasi pelelangan ikan tuna tersebut ditutup oleh pemerintah setempat karena perilaku turis yang kerap mengganggu berjalannya lelang ikan, dengan memotret menggunakan cahaya, serta memegang ikan tuna yang dilelang. Padahal aksi itu dilarang oleh penyelenggara lelang.
Saat terjadi bencana gempa Tohoku pada 11 Maret 2011 lalu, lelang ikan tuna sempat berhenti dan beberapa bulan tertutup untuk umum.
Baru pekan lalu (Maret 2012), saya berkesempatan melihat lelang ikan tuna tersebut. Saya pergi bersama pak Julius, yang kebetulan adalah juga anggota komite pembangunan pasar ikan di Jogjakarta, dan juga rekan Nandar yang tinggal di Tokyo. Pak Julius bercerita banyak tentang lelang ikan tuna yang juga dilakukan di Jogjakarta. Dengan melihat lelang tuna di Tsukiji, ia berharap hal itu bisa menjadi masukan bagi pengembangan pasar ikan di Jogja.
Untuk bisa melihat lelang ikan, kita harus berangkat pagi-pagi sekali, atau tiba di lokasi sekitar pukul 04.15 pagi. Lelang ikan tuna dimulai dalam dua gelombang, pukul 05.30 dan pukul 06.30. Namun pengunjung yang dapat melihat lelang hanya dibatasi sebanyak 120 orang dalam sehari, dengan sistem “first come, first service”, atau siapa yang datang pertama yang diperkenankan masuk.
Oleh karena itu kita harus datang lebih pagi. Harap diingat kalau peminat lelang ikan ini banyak sekali. Jadi kalau kita datang agak siang sedikit saja, dapat dipastikan akan ditolak masuk area pelelangan.
Saat kami tiba, sekitar pukul 4.00 pagi, antrian pengunjung sudah memanjang. Tapi untunglah kami masih bisa masuk ke area lelang.
Memasuki wilayah lelang, suasana pasar ikan sangat terasa. Kesibukan dan kegaduhan para nelayan dan pedagang terlihat di setiap penjuru. Namun yang membuat saya kagum adalah keteraturan dan kebersihan di Tsukiji.
Di tempat pelelangan yang berbentuk hangar, ratusan tuna digeletakkan di lantai dalam keadaan beku. Besarnya sungguh luar biasa. Pak Julius, yang biasa melihat lelang tuna di Jogja saja sampai kaget. Biasanya tuna di Jogja sebesar lengan orang dewasa, tapi di Tsukiji malah sebesar orang dewasa, bahkan banyak yang lebih besar lagi.
Ikan tuna sirip biru (Bluefin tuna) menjadi andalan dan paling digemari di Jepang. Di awal januari 2012 lalu, satu ikan tuna bluefin seberat 269 kilogram dilelang dengan harga 56 juta Yen, atau sekitar 5 milyar rupiah. Luar biasa kan untuk harga seekor ikan.
Sebelum lelang dilakukan, para calon pembeli (umumnya professional tuna), melakukan pengetesan pada masing-masing ikan tuna. Mereka mengamati bagian buntut ikan tuna. Kabarnya bagian buntut tuna menunjukkan kesegaran dari dagingnya secara keseluruhan.
Lelang dimulai dengan membunyikan lonceng. Pelelangan ikan berlangsung ramai dan gaduh. Penjual ikan berteriak dengan keras dan cepat menawarkan ikan-ikan tuna yang ada.
Usai mengikuti lelang ikan tuna, kita dapat berkeliling pasar ikan tsukiji untuk sarapan. Para penggemar sushi umumnya langsung mencicipi kesegaran sushi yang dijual di kios-kios yang banyak tersebar. Kalau tidak suka sushi, kita juga bisa berbelanja aneka makanan laut untuk dimakan di hotel atau rumah.
Kunjungan ke Tsukiji Tokyo menunjukkan betapa Jepang mampu mengelola secara serius pasar ikannya. Bukan hanya memberi keuntungan secara ekonomi, namun pasar ikan dapat dijadikan lokasi yang menarik perhatian para turis. Kebersihan dan keteraturan juga menjadi ciri dari pasar ikan Tsukiji. Saya tidak mencium sama sekali bau amis ikan, maupun becek lumpur, yang biasanya menjadi ciri di pasar ikan negeri kita.
Indonesia yang juga adalah negara maritim terbesar di dunia, memiliki banyak pasar ikan yang tersebar di berbagai daerah. Kiranya kita dapat belajar dari kemampuan Jepang mengelola pasar ikan Tsukiji. Mungkin ratusan studi banding telah kita lakukan ke berbagai negara, mungkin pula ratusan paper sudah disusun. Kita tinggal menunggu implementasinya.
Kapan ya, pasar ikan di negeri kita bisa dibuat semenarik ini?
Salam dari Tokyo.
Lelang itu terbesar di dunia ya??? ^^ xixixixixixi…pantesan banyak tunanya