Orang Jepang Doyan Cabe

Plang Warung Cabe / photo Junanto

Meroketnya harga cabe di tanah air membuat pusing para ibu rumah tangga. Pemerintahpun ikut pusing jadinya. Meski harga cabe meningkat, permintaannya tetap tinggi. Akibatnya harga terus naik. Orang Indonesia memang paling doyan makan cabe. Hampir setiap masakan dan makanan di rumah kita, selalu menggunakan elemen cabe dalam komposisinya.

Tapi rupanya, bukan hanya orang Indonesia yang doyan makan cabe. Orang Jepang juga suka sekali dengan cabe. Tapi cabe yang ini bukan sekedar makanan, melainkan nama sebuah restoran di daerah Meguro, Tokyo, tak jauh dari stasiun kereta api Meguro. Restoran Cabe namanya. Restoran ini cukup terkenal di Tokyo. Hampir seluruh masyarakat Indonesia di Tokyo, maupun warga Jepang pecinta masakan Indonesia, pernah menikmati sajian di Restoran Cabe.

Masaki-san, sang pemilik, bersama istrinya yang juga warga Jepang, mendirikan restoran ini karena kecintaannya pada Indonesia. Selama ini, mereka secara rutin melakukan perjalanan ke berbagai kota di tanah air. Bali, Bandung, dan Jakarta, adalah tempat favoritnya. Dari perjalanan ke Indonesia itulah, ia mengetahui bahwa orang Indonesia sangat suka makan cabe. Ia dan istrinya kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah restoran Indonesia dengan nama Cabe.

Saya sendiri adalah penggemar setia Restoran Cabe. Maklum perut melayu. Meski makanan Jepang juga enak-enak, pada ujungnya selalu kangen dengan “kletusan” cabe. Nah, di restoran inilah saya bisa mengobati kerinduan pada cabe, mulai dari cabe rawit, cabe ulek, atau komposisi cabe lainnya.

Makanan favorit di restoran ini adalah Nasi Goreng Spesial. Nasi gorengnya model nasi goreng Jawa yang disajikan bersama telor ceplok, acar, kerupuk udang, dan tentu saja, cabe merah ulek. Kalau anda datang saat jam makan siang, nasi gorengnya disajikan dalam set menu, terdiri dari tambahan dua jenis sate (sate ayam dan sate lilit bali), Salad, Soup, dan Pisang Goreng.

Hampir semua pelanggan tak pernah melewatkan keistimewaan dari Nasi Goreng Cabe. Soal rasa, bagi saya memang standar. Namun bagi mereka yang kangen dengan nasi goreng Indonesia plus elemen cabe, menikmati nasi goreng ini adalah sebuah oase kenikmatan tak terperi.

Menu lain yang juga favorit adalah Ayam Panggang Bumbu Rujak. Bumbunya sungguh terasa, Cabenya mengelus lidah, dan membuat kita terpana dengan kekayaan rasa Indonesia. Anda juga bisa mencoba aneka jajanan Indonesia yang sulit dicari di Tokyo, seperti tempe goreng, mie ayam bakso, martabak telur, dan juga somay ikan.

Kalau anda datang ke restoran ini hari Jumat malam, yang merupakan hari gaulnya masyarakat Jepang, bersiap-siaplah untuk mengantri. Restoran ini penuh sesak oleh warga Jepang pecinta masakan Indonesia. Menurut Tejima-san, seorang kawan, rasa masakan di Restoran Cabe ini cocok dengan lidah Jepang.

Masaki-san selalu mengupdate menu makanan di restorannya setiap saat. Ia sering melakukan perjalanan ke Indonesia untuk mengunjungi dan mengamati berbagai menu di tanah air dan mengembangkannya di Jepang. Mie Ayam dan Somay adalah menu baru yang didapatkannya saat mengunjungi Indonesia beberapa tahun lalu. Tahun ini, ia baru saja pulang dari Indonesia dan tertarik untuk mengembangkan menu nasi bakar, nasi pepes, dan kepiting lada hitam.

Masaki-san menjadi contoh duta budaya masakan Indonesia yang sangat baik. Ia warga negara Jepang, namun cinta Indonesia dan masakan Indonesia. Upayanya mempromosikan masakan Indonesia di Jepang tentu perlu kita hargai.

Menjual Indonesia di luar negeri tidak melulu harus melalui diplomasi perundingan atau diplomasi meja rapat yang membosankan. Diplomasi makanan adalah salah satu media paling efektif dalam menjual negeri. Ini adalah jenis soft diplomacy yang kerap disepelekan. Padahal, manusia tak bisa lepas dari makanan.

Kalau dibandingkan dengan Thailand, Indonesia masih kalah jauh di bidang diplomasi kuliner. Di Tokyo sendiri, restoran Indonesia jumlahnya cukup banyak. Beberapa yang terkenal seperti Wayang Bali di Roppongi, Ayung Terrace di Shibuya, atau Café Ubud di Shimbasi. Namun dibandingkan dengan Thailand, jumlahnya masih kalah jauh. Menu makanan Indonesia juga tidak standar seperti di restoran Thailand. Hal ini menyebabkan kita selalu kesulitan saat menjamu tamu. Menentukan makanan pembuka, main course, dan penutup, adalah sebuah hal penting dalam jamuan. Di restoran Indonesia, hal ini sulit dilakukan karena semua tergantung improvisasi kita sendiri.

Majunya restoran Thailand di luar negeri tentu tidak terlepas dari upaya serius pemerintah Thailand dalam mempromosikan kulinernya melalui program “Thai Food for the World”. Makanan, menjadi elemen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Thailand. Ekspor bahan makanan Thailand mencapai lebih dari Rp 130 triliun per tahun. Ekspor bumbu masaknya saja sudah mencapai Rp.1,5 triliun per tahun. Bayangkan jumlah itu kalau masuk ke Neraca Pembayaran Indonesia.

Makanan bukan hal yang sepele dan remeh temeh. Ia bisa menjadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi, ataupun faktor kerepotan ekonomi, kalau tidak diurus dengan baik. Kenaikan harga cabe adalah salah satunya. Cabeee deeeh …

Salam cabe dan selamat berakhir pekan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *