Dibesarkan di Jakarta, menjadikan saya pribadi yang tidak sabaran di jalan raya. Cara mengemudi ala Jakarta, berarti meletakkan pusat dunia di diri kita. Bagaimana caranya kita mengambil jalan, agar dapat secepatnya mencapai tujuan, adalah semacam “cardinal rule” para pengemudi di Jakarta. Pengejaran “kepentingan diri” menjadi nyata di lalu lintas Jakarta.
Di jalan-jalan kota Jakarta, tepat apa yang dikatakan filsuf Jean-Paul Sartre bahwa orang lain adalah neraka bagiku. Perilaku pengemudi di Jakarta hampir sama, khususnya bila menghadapi kemacetan. Kalau ada mobil minta jalan, jangan kasih!, kalau ada mobil lambat di depan, klakson!, dan kalau ada celah sempit yang membuat kendaraan kita bisa lebih cepat, nyelip! Saling teriak, bahkan perseteruan, kerap muncul hanya dari masalah sepele di jalan raya.
Di Tokyo, sebagaimana kota besar lainnya di dunia, kemacetan juga menjadi suatu hal yang tak terhindarkan. Kemacetan kerap terjadi, kadang panjangnya hingga puluhan kilometer. Kemacetan pada dasarnya bisa terjadi karena beberapa hal, seperti kecelakaan, perbaikan jalan, penyempitan jalan, atau semata memang hanya karena padatnya kendaraan di jalan.
….. kisah lengkap cerita ini bisa dibaca juga di buku “Shocking Japan: Sisi Lain Jepang yang Mengejutkan”