Semangat boleh tetap muda. Gairah boleh selalu tinggi. Tapi usia, tak bisa dibohongi.
Bon Jovi seperti kehilangan pijar. Tapi bagi para pecintanya, itu tak jadi masalah. Bon Jovi tetap idola mereka yang senantiasa berpijar dalam hati. Rocker ganteng yang dikenal sebagai “rocker sayang istri” ini, semalam (30/11) tampil di Tokyo Dome, kota Tokyo, Jepang, selama dua hari, dalam rangkaian tour yang dinamakan, “The Circle Tour”.
Tak dapat disangkal lagi, Bon Jovi adalah grup musik rock paling konsisten dalam 25 tahun terakhir. Mereka juga tetap produktif dan kompak. Formasi anggota bandnya, yang juga sudah mulai bertambah tua, Richie Sambora pada gitar, David Bryan pada keyboards, dan Tico Torres pada drum, tampil lengkap, prima, dan energik.
“The Circle Tour”, yang namanya diambil dari album terakhir mereka The Circle (2009), adalah rangkaian konser Bon Jovi keliling dunia yang diselenggarakan lebih di 30 negara selama tahun 2010-2011. Setelah Jepang, mereka merencanakan konser di New Zealand dan Australia. Awalnya, mereka juga merencanakan untuk singgah di Jakarta. Sayang, tidak jadi entah karena apa.
Penampilan Bon Jovi di Tokyo Dome tadi malam mampu membius publik kota Tokyo. Membuka konser dengan lagu “Blood on Blood”, Bon Jovi menghentak panggung membawa penonton berjingkrak-jingkrak dan bernyanyi bersama. “Domoo Arigatou, senang rasanya bisa kembali ke Tokyo setelah 20 tahun”, ujarnya membuka konser, yang langsung disambut histeris penggemarnya.
Memainkan sekitar 26 lagu sepanjang 150 menit, Jon Bon Jovi tampak mencoba untuk tetap energik di usianya yang ke 48. Beberapa penampilan lagu seperti “Bad Medicine”, dinyanyikan secara medleydengan lagu “Pretty Woman”. Sementara itu, Richie Sambora tampil menyanyikan lagu “Lay Your Hands on Me” dengan penuh perasaan. Saat lagu “I’ll Be There For You” dinyanyikan, penonton larut dalam liriknya yang mendayu-dayu dan melambangkan kesetiaan cinta. Beberapa pasangan nampak berpelukan dan berciuman.
Meski sesekali terlihat kepayahan menjaga stamina, penampilan Bon Jovi harus diakui masih mengagumkan. Tata panggung dan lampu yang cantik menghiasi dan menambah marak pertunjukan. Dengan stage yang panjang, ditambah dengan area setengah lingkaran, Bon Jovi berlari mengitari panggung untuk menyapa dan menyalami penonton.
Satu hal menarik dari konser di Tokyo adalah perkara ketertiban. Bayangan kita dalam setiap pertunjukan musik rock adalah kerusuhan. Namun di Tokyo, menyaksikan konser musik rock tak beda dengan menonton film di bioskop saja. Tak ada pengamanan berlebihan dan kekhawatiran akan kerusuhan. Tak terlihat pula banyak polisi, ataupun petugas pengamanan.
Sejak dari stasiun Suidobashi, penonton secara tertib berjalan ke Tokyo Dome. Di dalam arena, para penonton mengantri dan duduk secara tertib. Mereka berjingkrak dan melompat, berteriak bersama, dan bernyanyi, namun tetap saling menghormati. Usai konser, mereka membawa sampah makanan dan membuang secara tertib pada tempatnya. Tidak ada pula botol air mineral yang dilempar lempar.
Dari konser Bon Jovi di Tokyo Dome, kita melihat bahwa konser musik Rock juga bisa tampil tertib dan religius. Dan malam itu, Bon Jovi menutup konser dengan lagu “Keep The Faith”, sebuah ajakan untuk tetap berpegang pada cinta dan “faith”. Bahwasanya kehidupan ini tak melulu bicara soal materi, namun juga keteguhan memegang makna cinta dan spiritual.
Saat pijar mulai pudar karena usia, hanya grup band yang bagus dan memiliki nilai, yang dapat bertahan. Lagu lama dan baru berkelindan dinyanyikan, menunjukkan bahwa perjalanan waktu kiranya menjadikan kita semakin bijaksana.
Sebagaimana pesan dalam lagu “Keep The Faith”
Faith you know you’re gonna live through the rain
Gotta keep the faith
Don’t you let love turn to hate
Gotta keep the faith
Keep the faith …