Simplex veri sigillum. Kesederhanaan adalah tanda kebenaran. Itulah pepatah latin yang dapat menggambarkan ciri musik dari Adhitia Sofyan. Musiknya sederhana, hanya bermodal akustik gitar dan suaranya yang renyah. Tapi dengan kesederhanaan itu, Adhitia mampu membius dan membuai warga Jepang dalam konsernya di Jepang, yang dinamakan “Adhitia Sofyan Japan Tour 2011”.
Adhitia mampir ke Jepang dari tanggal 17 hingga 25 September 2011 dan melakukan tour di Kobe, Fukuoka, Kamakura, dan Tokyo. Selama tour tersebut, Adhitia manggung di beberapa klub musik dan membawakan lagu-lagu yang diambil dari kedua albumnya, yaitu “Quiet Down” dan “Forget Your Plan”. Di Tokyo, Adhitia bermain di klub Saravah daerah Shibuya, Jiyugaoka Bakeshop di daerah Jiyugaoka, dan Roman Record Café, di daerah Maruyama.
Mungkin bagi beberapa orang Indonesia, nama Adhitia Sofyan dan musiknya bisa jadi masih asing. Tapi tidak demikian bagi orang Jepang. Di Jepang, nama Adhitia Sofyan itu bisa dikatakan “sesuatu banget”. Ia seperti memiliki penggemar tersendiri. Kedua CD Albumnya bahkan dijual dalam edisi Jepang di berbagai toko musik. Dan dalam masa awal awal penjualan, CD-nya selalu sold out dibeli orang Jepang.
Saya baru menyadari kepopuleran Adhitia di Jepang, saat hadir pada penampilannya di Klub Saravah, Shibuya, akhir pekan lalu (24/9). Di klub itu, penontonnya penuh sesak dengan orang Jepang. Tiket yang dijual melalui sistem reservasi di internet, sudah ludes dari beberapa hari sebelum konser.
Menariknya, sebagian besar dari mereka hafal lagu-lagu Adhitia. Bahkan ada seorang wanita Jepang yang sangat nge-fans dengan Adhitia sampai ia datang di semua tour di kota Tokyo. Ia duduk di deretan paling depan dan berulangkali mengambil gambar Adhitia yang sedang manggung.
Musik Adhitia Sofyan yang banyak disebut sebagai genre “bedroom recording” atau musik kamar tidur, memang pas di telinga orang-orang Jepang. Dentingan gitarnya begitu mendayu-dayu dan membawa kita terbang dalam alunannya. Mendengar lagunya, banyak penggemar musik jazz akan teringat dengan pemusik Michael Franks.
Malam itu, denting gitar Adhitia membuai warga Jepang. Ia membuka konser dengan lagu “Blue Sky Collapse”. Dan benar saja, di lagu itu, semua penonton dibuatnya collapse dalam ayunan suaranya yang renyah. Adhitia, yang menyebut dirinya sebagai coffee music singer-songwriter,kemudian membawakan lagu-lagu sepertiMemilihmu, Number One, dan Deadly Storm Lightning Thunder. Tak ketinggalan lagu “Adelaide Sky” yang juga menjadi soundtrack di film Kambing Jantan yang dibintangi Raditya Dika.
Setelah istirahat selama kurang lebih 45 menit, Adhitia kembali mengalunkan lagu-lagu dari album barunya seperti Secret, Gaze, Immortal Mellow, Forget Jakarta. Iapun menutup konsernya dengan dua lagu, Apology dan Don’t Look Back.
Penampilan Adhitia Sofyan malam itu sungguh luar biasa dan menghibur. Melihat kemampuan musisi muda Indonesia yang dapat menembus pasar internasional seperti dirinya, tentu membanggakan kita. Adhitia membuktikan bahwa hal itu bisa dilakukan, dengan cara yang sederhana.
Kebetulan saya hadir dengan rekan-rekan diplomat muda dari KBRI Tokyo. Para diplomat muda tersebut meyakini bahwa apabila semakin banyak anak muda Indonesia memiliki kemampuan seperti Adhitia, fungsi diplomasi luar negeri akan jauh lebih mudah. Soft diplomacy melalui pop culture memang lebih efektif dan mengena dalam mengharumkan nama bangsa, ketimbang diplomasi melalui meja-meja perundingan.
Dan Adhitia Sofyan membuktikan hal itu di Jepang.
Ia melaju terus, tanpa protes, tanpa banyak mengeluh, apalagi selalu melihat ke belakang. Ia adalah gambaran anak muda yang berani mengejar “passion”-nya. Seperti yang ia alunkan dalam lagunya, “Don’t Look Back”:
“Don’t look back.
You go full speed ahead now …..”
Salam dari Tokyo