Nonton Sumo di Tokyo: “Besar itu Seksi ! “

Para Yokozuna sebelum bertanding / photo Junanto

Sepak bola mungkin menyimpan banyak filosofi. Tapi rasanya tak ada olah raga lain yang dilakukan secara religius melebihi Sumo. Sejarah sumo tak bisa dilepaskan dari ritual ajaran Shinto. Dalam setiap pertandingan sumo, berbagai ritual keagamaan dilakukan secara detail. Arena pertandingan, berupa lingkaran yang disebut dengan “dohyo”, adalah wilayah suci yang tak dapat dimasuki oleh sembarang orang. Hanya pendeta, pesumo, dan tetua sumo saja yang diperbolehkan masuk ke dohyo.

Dalam satu tahun, pertandingan sumo dilakukan sebanyak enam kali. Tiga di antara pertandingan tersebut dilakukan di Tokyo, yaitu pada bulan Januari, Mei, dan September. Biasanya turnamen berlangsung selama 15 hari. Di Tokyo, pertandingan diadakan di Arena Sumo (kokugikan) Ryogoku.

Untuk bisa menyaksikan pertandingan itu, kita perlu memesan tiket terlebih dahulu, baik melalui internet ataupun datang langsung ke stadion. Tapi saya menyarankan untuk memesan terlebih dahulu melalui internet. Hal ini mengingat animo masyarakat yang tinggi terhadap Sumo. Kalau kita “go show”, kemungkinan tidak akan mendapat tiket.

Di seputaran arena sumo, kita akan dengan mudah melihat para pegulat sumo lalu lalang. Dan memang betul, badan mereka sangat besar. Beberapa pesumo bahkan beratnya mencapai 250 kg. Menjadi besar memang sebuah pencapaian dalam olah raga sumo. Big is sexy.

Di Jepang sendiri, pesumo adalah profesi yang terhormat. Penghasilan pesumo professional minimal sebesar 250 juta rupiah setiap bulan. Ini belum termasuk bonus dan penghasilan dari sponsor. Tak heran bila kain penutup yang mereka gunakan (keeshi mawashi), harganya bisa ratusan juta.

Menyaksikan pertandingan sumo secara langsung, sungguh jauh berbeda dibanding dengan melihat dari televisi. Masyarakat Jepang sangat ekspresif dalam menyaksikan pertandingan sumo, khususnya saat mendukung jagoan mereka. Saya berpikir bahwa suasana pertandingan sumo itu senyap dan takzim. Namun justru sebaliknya, suasananya persis seperti di lapangan sepak bola. Para supporter berteriak-teriak mendukung pegulat idamannya.

Beberapa hal penting yang perlu kita ketahui dalam menyaksikan sumo adalah, waktu pertandingan dan aturan-aturan pertandingan, selain tentu, urutan pemain. Untuk itu, ada baiknya kita membawa radio transistor, karena pertandingan ini disiarkan langsung melalui radio (dalam bahasa Inggris).

Pertandingan sumo berlangsung sehari penuh, dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Namun pertandingan pagi hari adalah untuk pesumo-pesumo magang atau tingkat dasar (jonokuchi). Besar badannya masih belum terbentuk optimal. Jadwal pertandingan para pemain top sumo di divisi makuuchi, dimulai sekitar pukul 15.30. Mereka inilah yang disebut dengan Yokozuna atau The Grand Champion. Ada 42 pesumo di divisi ini yang diadu satu sama lainnya. Beberapa yang terkenal seperti Hakuho, Gagamaru, dan Aran.

Hakuho adalah Grand Champion Sumo di tahun 2010 dan 2011. Tahun 2011, ia kembali mempertahankan gelarnya sebagai juara. Kemenangannya yang kerap terjadi berturut-turut telah menjadikan Hakuho seorang pesumo yang disegani. Saat ia muncul di panggung, penonton bersorak ramai.

Aturan main sumo sangat sederhana. Pemenang pertandingan ditentukan berdasarkan dua kriteria, apabila mampu membuat lawan menyentuh tanah dengan bagian badan selain telapak kaki, dan apabila mampu melempar lawan keluar dari lingkaran dohyo. Oleh karenanya, setiap pertandingan biasanya berlangsung hanya beberapa detik atau menit saja. Dalam satu hari, para pemain diadu dan dihitung pointnya. Mereka yang mampu mencatat kemenangan terbanyak selama 15 hari berhak menyandang sabuk juara.

Meski masing-masing pertandingan sumo hanya berlangsung beberapa detik atau menit saja, ritual sebelum pertandingannya lebih panjang. Sebelum pertandingan dimulai, wasit (gyoji) –yang juga seorang pendeta Shinto- melakukan penyucian terhadap dohyo dengan menggunakan rumput laut, sake, dan garam. Penyucian ini dilakukan untuk mengusir Roh Jahat dan niat jahat.

Para pegulat Sumo kemudian datang, mencuci muka, mulut, dan ketiak, sebelum memasuki dohyo. Mereka juga menebar garam untuk mengusir kejahatan. Sebelum mereka beradu, keduanya harus mengangkat tangan, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menyimpan senjata di tangan, maupun di balik pinggang celana. Hampir tak pernah terjadi pesumo memprotes wasit. Dalam sumo, spiritual di atas segalanya. Hal itu lebih berarti dibanding kemenangan itu sendiri.

Tahun 2010 lalu, religiositas sumo ini sempat tercoreng dengan terjadinya skandal penyuapan dan judi yang dilakukan oleh para Yokozuna. Hal ini mengakibatkan beberapa Yokozuna, termasuk ketua Asosiasi Sumo Jepang, Ishiyama, mendapat kecaman masyarakat hingga mengundurkan diri. Ishiyama merasa malu karena telah mencoreng religiositas sumo dengan melakukan berbagai skandal.

Mudah-mudahan olah raga di negeri kita juga bisa belajar nilai-nilai luhur dan religiositas dari Sumo.

Salam sumo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *