Mistik Boneka Jepang dan Sidang IMF

Boneka Mistik Okiagari Koboshi / photo junanto

Saat sidang tahunan IMF/WB di Tokyo pekan lalu, pemerintah Jepang membagikan tiga boneka kayu “okiagari-koboshi” sebagai paket selamat datang pada setiap peserta. Saya meletakkan ketiga boneka itu di atas meja sidang. Saya dorong boneka kayu itu ke belakang, dan ia kembali lagi ke posisinya semula. Bounce back doll. Semakin didorong ke belakang, semakin boneka itu kembali ke posisi semula.

Okiagari koboshi adalah satu jenis boneka di Jepang yang berasal dari daerah Aizu, Fukushima. Boneka ini telah dibuat lebih dari 400 tahun lalu dan dikenal sebagai simbol semangat yang tak pernah padam, karena sifatnya yang selalu bangkit kembali.

Bencana alam gempa bumi, tsunami, dan krisis nuklir pada tahun 2011 lalu telah menghancurkan Fukushima dan Jepang pada umumnya. Tapi semangat dari orang Jepang tak pernah padam, mereka berupaya bangkit kembali seperti boneka okiagari koboshi.

Dalam pembukaan sidang, Managing Director IMF Christine Lagarde menyampaikan pandangan yang suram tentang ekonomi global. Saya melihat sedikit optimisme dari pidato yang disampaikan. Wajar, karena rebound atau kebangkitan kembali perekonomian global masih terlihat jauh di depan dengan kemungkinan yang sangat kecil untuk terjadi di waktu dekat ini.

Kesuraman sudah dimulai sehari sebelum sidang. Olivier Blanchard, ekonom IMF, mengatakan bahwa ekonomi dunia sedang dalam proses pelemahan. Pertumbuhan negara-negara maju terus turun. Dan masalahnya, bukan hanya negara maju yang melemah, negara emerging juga mulai ikut melemah. India, Brazil, Cina, telah memotong proyeksi ekonomi mereka ke depan.

Meski kita melihat kebijakan yang ditempuh pemerintah masing-masing negara cukup mendukung, seperti melakukan pelonggaran moneter dan pengurangan defisit secara perlahan, negara maju tetap mengidap penyakit anemik. Kekurangan darah ekonomi untuk mendorong pertumbuhan dan membuka lapangan kerja.

Saat kita berbicara kebijakan fiskal, konsolidasi fiskal ataupun fiscal austerity, permasalahan menjadi semakin serius di negara-negara maju. Kebijakan konsolidasi fiskal justru akan menekan pertumbuhan di jangka pendek, menambah pengangguran, dan meningkatkan kesenjangan. Bagai buah simalakama.

Tak salah, apabila sidang IMF/WB di Tokyo pekan lalu dirundung suasana lesu. Hampir di setiap persidangan, isu ekonomi global seperti berputar-putar dalam sebuah lingkar yang itu-itu saja. Para ekonom, pengambil kebijakan, mencari jalan dan memberi usulan pada kebijakan yang bersifat “lebih fair, lebih cerdas, dan dilakukan secara perlahan”. Para otoritas dari negara berkembang ada yang bersifat skeptis dan cenderung memandang krisis ini adalah masalah Eropa dan AS, sehingga menuntut mereka menyelesaikan masalah itu.

Dalam kondisi perekonomian global yang serba terjalin ini, krisis tak bisa dipilah-pilah lagi. Cepat atau lambat, krisis akan menjalar ke seluruh negara di dunia apabila tidak ditemukan penyelesaiannya.

Indonesia mulai merasakan akibat dari krisis global di penghujung tahun ini. Meski secara domestik, ekonomi Indonesia kuat dan memiliki ketahanan, tekanan eksternal tetap memberikan dampak. Kita melihat tekanan pada nilai tukar, neraca pembayaran, mulai muncul. Oleh karenanya, selain melakukan upaya domestik, langkah di bidang multilateral perlu ditempuh agar terjalin koordinasi kebijakan antar negara.

Dan di tengah berbagai kelesuan itu, pandangan saya kembali pada tiga boneka okiagari-koboshi. Boneka tersebut menganut azas “simple, tough, and sustainable”, atau sederhana, tabah, dan berkelanjutan. Kiranya demikian pula upaya kita mengatasi krisis, ataupun mencegah krisis terulang lagi ke depan. Kita memerlukan kebijakan yang sederhana, tabah, dan berkelanjutan. Bukan yg rumit, emosional, dan dilakukan sekedar demi kepentingan politis.

Salam semangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *