Di manakah kita bisa mencicipi espresso terbaik di kota Tokyo?
“Pastinya, espresso yang dibuat oleh orang Italia dong”, demikian gurau Raffaele, kawan saya yang orang Italia asli, saat menjawab pertanyaan tadi. Iapun mengundang saya untuk mencicipi espresso terbaik itu di kantornya.
Raffaele adalah seorang ekonom Italia yang sudah lebih dari tujuh tahun tinggal di Tokyo. Di kalangan lingkar ekonom asing, yang secara rutin bertemu untuk saling bertukar informasi, ia adalah yang paling lama tinggal di Tokyo.
Umumnya kami, menempati posting di Tokyo kurang lebih tiga tahun. Seorang kawan dari Perancis, dan Turki, baru saja kembali bulan lalu, dan digantikan dengan yang baru. Saya sendiri rencana kembali ke Indonesia dalam waktu dekat. Semua orang datang dan pergi, tapi Raffaele masih bertahan.
“Sebelum kembali ke Indonesia, kamu harus mencicipi espresso terbaik di kantor saya”, ajak dia pekan lalu. “Ini espresso asli dan dibuat langsung oleh orang Italia (maksudnya sih dirinya sendiri)”, sambungnya.
Dan, bertemulah kita siang itu di kantornya. Raffaele mengajak saya ke coffee machine di pantry, menunjukkan cara membuat espresso, lalu kita mencicipi espresso di ruang kerjanya. Silvia, sekretaris di kantornya, yang juga orang Italia, membawakan kami sekaleng coklat. “Cocok nih, buat menemani espresso”, katanya.
Wow, sungguh sajian yang sempurna.
Raffaele meng-klaim bahwa espresso terbaik dunia ada di Italia. Hal itu karena mesin espresso pertama kali diciptakan oleh orang Italia. Adalah Angelo Moriondo dari Turin, yang pada tahun 1884 menciptakan mesin espresso pertama di dunia. Mesin itu kemudian dikembangkan oleh beberapa orang Italia lainnya, hingga kemudian dipatenkan, serta mendunia.
Secara umum, espresso adalah menyiapkan konsentrat kopi dengan memberi tekanan air panas pada biji kopi. Dampak dari tekanan tersebut adalah konsentrat kopi yang kental, disertai dengan krema (foam). Strong rasanya.
Orang Italia, menurut Raffaele, punya budaya kopi (coffee culture) yang sangat kuat. Mereka bisa minum espresso tiga sampai empat kali sehari. Di kampung halamannya, minum kopi adalah bagian keseharian. Dengan harga sekitar satu dolar, orang Italia sudah bisa mendapatkan espresso secara cepat.
Saya baru tahu dari Raffaele bahwa di Italia tidak ada Starbucks Coffee. “Wah, gak bakal laku Starbucks di Italia”, katanya. Konsep minum kopi orang Italia berbeda dengan konsep Starbucks. Selain murah, orang Italia juga minum kopi sangat cepat. Sementara di Starbucks, selain harga lebih mahal, konsepnya berbeda dengan cara minum kopi Italia yang cepat.
Ironisnya, ide mendirikan Starbuck Coffee diperoleh oleh Howard Schultz (pendiri Starbucks) saat kunjungannya ke Milan, Italia, di tahun 1983. Ia melihat suasana di Piazza del Duomo dipenuhi oleh warung kopi yang berjejer dan masyarakat yang sangat passionate dengan kopi. Suasana kota yang “caffeinated” seperti itu membangkitkan inspirasinya. Iapun lalu mengembangkan Starbucks Coffee. Namun, hingga 30 tahun setelah itu, Starbucks belum mampu membuka cabang di Italia.
Fanatisme orang Italia pada kopi memang menarik. Dan siang itu, saya merasakan sendiri bagaimana suasana kantor Raffaele yang “caffeinated”. Mirip di kedai kopi yang cozy dan nyaman. Soal rasa? Ia tak bohong, itulah espresso terenak yang pernah saya cicipi. Mungkin juga kehangatan persahabatan dari Raffaele yang membuat secangkir espresso ini menjadi begitu lezat.
Sayangnya, Raffaele tidak membuka kedai kopi. Jadi, hanya undangan khusus seperti saya yang bisa mencicipi espressonya hehehe ….
Salam espresso.