Dalam kunjungan singkat saya ke Banjarmasin beberapa waktu lalu, ada satu warung makan yang menurut saya menarik untuk diulas. Saya menemukan warung ini secara kebetulan, saat perjalanan menuju ke Bandara Syamsuddin Noor untuk penerbangan kembali ke Jakarta. Kebetulan saat itu pukul 7 pagi. Bang Anas, sopir yang membawa kami, menawarkan sarapan terlebih dahulu sebelum ke bandara. Saya bertanya, “Makanan atau warung apa yang biasa ramai dikunjungi masyarakat Banjar kalau sarapan?” … Bang Anas tentunya juga memikirkan waktu perjalanan ke bandara, sehingga ia berusaha mencari tempat makan di sepanjang perjalanan ke sana. Dengan mantap iapun menyebutkan, “Warung Nasi Itik Tenda Biru, pak!”
Itik. Mendengar namanya langsung terpikir sebuah makanan berat, alot (biasanya itik ini sulit diolahnya sehingga kerap meninggalkan bau), pedas, dan penuh kolesterol. Apalagi untuk sarapan. Tentunya berat. Tapi Bang Anas mengatakan bahwa warga lokal suka makan itik untuk sarapan. Dan katanya lagi, itiknya tidak bau dan tidak alot. Well, when in Rome do as Romans. Jadilah, saat di Banjar, ikuti kebiasaan lokal. Sarapan Itik. Kitapun berhenti di Rumah Makan Nasi Itik Gambut Tenda Biru. Nasi Itik Gambut dinamakan demikian karena memang lokasinya berada di Desa Gambut.
Ada banyak warung Nasi Itik di sepanjang jalan Ahmad Yani Km 14, Gambut, Banjarmasin. Silakan untuk memilih. Namun yang direkomendasikan oleh Bang Anas adalah Tenda Biru. Jadilah kita menjajal sarapan di sana. Nasi Itik Gambut di RM Tenda Biru disajikan unik yaitu dibungkus daun pisang. Jadi semacam nasi bungkus gitu. Saat unboxing Nasi Itik, terlihat di dalamnya pemandangan yang indah, nasi hangat dan dua potong itik yang sudah diberi bumbu. Sederhana begitu saja. Apa adanya. Ya, hanya nasi dan itik. Tapi dari dua kombinasi tersebut, terwujud sebuah kenikmatan. Ada dua kenikmatan. Pertama, nasi hangatnya bukan sembarang nasi. Tapi diperoleh dari beras yang ditanam dari tanah gambut. Jadi rasanya khas dan unik daerah Banjar. Artinya kita tidak akan mendapatkan lagi jenis nasi hangat seperti yang di Gambut itu.
Kedua, itiknya sendiri. Itik dibaluri bumbu yang lezat, semacam bumbu rendang, atau bebek hitam Madura, yang diramu dari berbagai bumbu. Bedanya dengan Bebek Madura, bumbunya biasanya sudah pedas. Kalau Itik Gambut, bumbunya justru dominan rasa manis. Bila ingin pedas, bisa menambahkan sambal yang disediakan di meja.
Untuk memakannya, aduk dan campur saja bumbu itik dengan nasi hangat. Diaduki-aduk hingga bumbunya tercampur. Melihatnya saja sudah membuat liur keluar masuk, jakun naik turun. Dan saat mencicipinya, hmmmmm ….. terasa sudah kenikmatan nasi dan bumbu itik. Lalu bagaimana rasa daging itiknya? Benar kata Bang Anas tadi. Dagingnya tebal tetapi tidak bau dan begitu dikunyah terasa lembut. Suwiran-suwiran dagingnya nyaman dikunyah. Berpadu dengan bumbu dan nasi hangat, itulah kenikmatan tiga unsur. Must try Must try.
Umumnya saya sangat berhati-hati kalau merekomendasikan nasi bebek atau nasi itik, ataupun yang sejenis. Soal pengolahan adalah yang utama. Banyak warung yang kurang baik dalam mengelola itik sehingga alot dan bau saat disajikan. Mereka biasanya bermain pada bumbu yang pedas atau kuat baunya untuk menutup kelemahan di itik. Namun di Rumah Makan Tenda Biru ini, saya terpana dan terkesima dengan kelezatan rasa Nasi Itik Gambut.
Jadi, kalau mampir Banjarmasin, saya rekomendasikan mencicipi Nasi Itik Gambut. Oh ya, sebungkus Nasi Itik harganya Rp 18.000 (price list Mei 2019). Murah. Lezat. Nikmat. Salam.