Diplomasi Tongsis: Tongsis for the World

Nongsis di Lincoln Memorial Washington DC/ photo by Dony Ardiansyah
Nongsis di Lincoln Memorial Washington DC/ photo by Dony Ardiansyah

Di Indonesia, istilah tongsis atau tongkat narsis, sudah umum di kalangan anak muda. Bukan hanya anak muda. Bahkan ibu negara Ani Yudhoyono sekalipun pernah menggunakan tongsis untuk foto selfie. Kalau kita ke mall atau tempat keramaian, selalu ada saja kelompok anak muda, pelajar, bahkan ibu-ibu arisan yang tertawa bersama sambil berfoto menggunakan tongsis.

Ya, fenomena selfie, telah mengangkat peranan tongsis sebagai perangkat wajib para penggemar foto selfie. Dengan tongsis, foto selfie menjadi punya keunikan tersendiri. Daripada setiap melihat tempat baru kita minta tolong mas-mas untuk memotret kita (tongmas, tolong mas), akan lebih baik bila kita menggunakan tongsis. Foto bersama kawan-kawan juga jadi makin asyik, karena kita semua jadi bisa foto bersama, tanpa harus ada kawan yang dikorbankan untuk memotret kita.

Namun di luar negeri, meski selfie menjadi fenomena, tongsis hampir jarang digunakan.  Saya merasakan sendiri dalam perjalanan ke Washington, DC, Amerika Serikat, beberapa pekan lalu. Saya melihat bahwa anak-anak muda di Amerika juga gila selfie. Di setiap sudut ada saja anak muda yang berpose selfie. Bahkan di bis kota atau metro. Namun tidak ada yang menggunakan tongsis. Oleh karenanya, saat saya mengeluarkan tongsis untuk berpose, mereka seperti keheranan dan terpana. “What is that?”, hampir semua berkomentar yang sama. Mereka awalnya berbisik-bisik, dan ujungnya berkerumun untuk bertanya pada saya, benda apa yang saya pegang. Kok kayaknya asik. Tongsis-pun menjadi sebuah fenomena yang menghebohkan.

Kehebohan tongsis bermula saat saya berjalan-jalan di The National Mall, Washington. Di National Mall terdapat sederetan monumen dan museum bersejarah Amerika Serikat. Saat saya sedang berpose, serombongan turis mengelilingi saya terheran-heran dengan tongsis. Mereka kemudian berkerumun dan bertanya.

Meski dunia fotografi internasional mengenal istilah monopod, atau tripod berkaki satu (mono), penggunaan tongsis memiliki karakter yang berbeda. Tongsis memang lebih difokuskan untuk selfie dengan menggunakan smartphone. Bentuk dan ujungnya yang kompatibel dengan smartphone kita menjadikan tongsis menarik. “How did you do that?” tanya seorang bule. Saya katakan dengan menggunakan blue tooth. Kebetulan saya membawa jenis “tomsis” atau tombol narsis, yang bisa dikendalikan melalui tombol dan youtube.

Kejadian seru dan heboh saat saya menelusuri sungai Potomac di suatu sore. Saat saya sedang berpose selfie menggunakan tongsis, sekelompok wanita turis dari timur tengah menghampiri saya, dan memaksa untuk menjual tongsis yang sedang saya gunakan.  Mereka menawar dengan harga yang lumayan. Yaaah, tapi karena tongsis saya adalah hadiah dari seorang kawan, maka  tidak saya lepas (pelajaran: lain kali bawa tongsis yang banyak kalo ke luar negeri. Bisa jadi lahan bisnis hehe).

Nongsis di depan White House
Nongsis di depan White House

 

Satu lagi kejadian di depan White House. Saat saya berpose selfie, bukan hanya turis atau orang Amerika yang  terheran-heran. Bahkan seorang anggota Secret Service langsung melihat dari dekat (mungkin dia waspada, dikira ini senjata ya). Nah, saat ia melihat saya menggunakannya untuk berpose selfie, ia lalu tertawa. Heran dengan alat yang saya gunakan. “Amazing”, katanya.

Ada lagi sekelompok turis dari China menghampiri saya. Satu orang berkeras ingin mengambil dan mempelajari tongsis. Ia juga menawar satu harga. Wah, saya nggak lepas. Selain karena saya tahu, bahwa tongsis adalah karya putra bangsa (menurut informasi, tongsis diciptakan oleh anak Indonesia bernama Babab Dito Respati), saya juga khawatir kalau nanti ini dicopy ya hehehe …

Pengalaman seru lainnya terjadi pada acara resmi yang saya hadiri. Saya dan beberapa kawan dari bank sentral, otoritas, ekonom, dari berbagai negara, berkumpul untuk membahas isu-isu sektor keuangan di Bank Dunia, Washington DC.  Umumnya dunia ekonomi, isinya adalah keseriusan. Apalagi saya duduk bersebelahan dengan seorang ekonom muda dari bank sentral Romania. Sebagaimana orang Eropa Timur, ia juga dingin dan serius. Tapi, semua ketegangan dan keseriusan jadi cair dan hangat setelah saya mengeluarkan tongsis. Banyak peserta yang rupanya baru pertama kali melihat tongsis. Kitapun berfoto-foto tongsis bersama. Kawan dari Romania bahkan bilang, “This is (tongsis) a Revolution!” … Dan setelahnya, kawan2 dari berbagai negara ingin tongsis bersama. Saat break time, kitapun berjejaring sambil bertongsis.

Hmm, menarik kan tongsis ini. Seorang kawan bahkan menyebut berpose tongsis dengan rekan dari berbagai negara, sebagai sebuah “Tongsis Diplomacy”, atau Diplomasi Tongsis. Ya, kita bisa berjejaring, berdialog, dengan cara santai bersama kawan dari negara lain. Inilah era “Tongsis for The World”. Salam selfie. Salam Tongsis.

Tongsis dengan kawan dari Romania
Tongsis dengan kawan dari Romania

 

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *