Serunya Hanami Malam

yozasakura atau sakura malam -night hanami 2012 / photo junanto

 “If only we might fall like cherry blossom in the spring. So pure and radiant!” – From “The Nobility of Failure”, 1975

 Saat musim sakura tiba, orang Jepang punya tradisi melakukan hanami, atau  piknik di bawah pohon sakura. Umumnya hanami dilakukan pada siang hari, terutama saat matahari bersinar cerah.

Masyarakat Jepang keluar rumah, menggelar tikar, serta makan minum bersama kawan dan keluarga. Tradisi hanami dilakukan secara marak karena sakura hanya mekar dalam waktu singkat. Tak penuh dua minggu. Orang Jepang mengoptimalkan waktu yang ada untuk menikmati keindahan sakura.

Tapi kayaknya hanami siang itu sudah biasa dilakukan saat musim sakura tiba. Ada satu hal yang tidak biasa dilakukan banyak orang. Apa itu?  Bagaimana kalau melakukan hanami di malam hari?

“Apa? Hanami malam?” Begitu tanya saya pada Jane, seorang teman yang mengajak untuk melakukan hanami malam di kota Tokyo. Tentu saja saya membayangkan angin malam Tokyo yang masih dingin di awal musim semi.

“Kan gelap tuh? Apa bunganya keliatan, Jane?” sambung saya masih tidak percaya dengan ajakan Jane.

“Keliatan kok. Ada satu taman di Tokyo yang terkenal dengan hanami malamnya. Namanya Taman Rikugien. Taman itu malah terkenal dengan pohon sakura tuanya, yang umurnya sudah ratusan tahun,” begitu jawab si Jane setengah promosi.

“Tau dari mana Jane?”

“Di website ada kok infonya”

Weeits, menarik juga nih. Saya sering dengar istilah “terbang malam”, “balapan malam”, tapi baru kali ini mendengar hanami malam. Saat saya lihat literatur dan tradisi masyarakat Jepang, hanami malam memang ada. Mereka menyebutnya dengan istilah “yozasakura”, yang artinya sakura malam.

Menurut Jane, hanami malam itu asyik karena kita bisa melihat bunga sakura yang putiknya bergerombol disirami cahaya lampu. ‘Pokoknya indah deh’.

Mengingat kita-kita ini tergolong orang yang sibuk (jiyaaaah), dalam arti sulit mencari waktu untuk hanami di siang hari, terutama karena alasan pekerjaan kita yang saling tidak klop, ide hanami malam sangat feasible untuk dilakukan. Apalagi hal itu bisa dilakukan usai jam kantor kita semua.

Dan sore itu, hari Rabu, pukul 19.00, usai bubaran kantor, kami semua bertemu di stasiun Meguro. Saya, Norman, Jane, Leila, Abid, dan Yumiko, yang orang Jepang asli, pergi bersama melakukan petualangan hanami malam.

Kehebohan sebenarnya telah dimulai beberapa jam sebelum hanami. Di forum email, masing-masing dari kita sibuk menawarkan diri untuk membawa perlengkapan hanami. Abid bersedia membawa camilan, seperti biskuit dan crispy. Saya janji membawa bir non alcohol. Dan Jane membawa tikar untuk duduk di atas rumput. Niat hanami banget kan sampai bawa tikar plastik.

All set, then we go.

Perjalanan ke Rikugien lumayan jauh karena lokasinya terletak di pinggiran kota Tokyo. Dari stasiun Meguro kira-kira menempuh waktu 30 menit sampai stasiun Komagome, atau stasiun terdekat dari pintu taman Rikugien.

Sepanjang jalan di kereta kita semua berbicara tentang bakal serunya suasana hanami malam di bawah pohon sakura tua yang disinari spotlight. Khayalan yang muncul di benak adalah foto-foto dengan latar belakang sakura malam yang bercahaya nan indah.

Setiba di stasiun Komagome, kita merasa bahwa bekal yang dibawa masih terlalu sedikit. Begitu keluar dari mesin karcis stasiun Komagome, kitapun langsung menuju satu toko yang kelihatan seperti kombini (convenience store). Di sana kita mengincar camilan dan minuman. Tapi saat diliat-liat isi tokonya, kok ga banyak pilihannyanya ya. Bir saja tidak ada.

Tak lama Leila berkata, ‘Eh ini sih bukan kombini, tapi apotik. Liat tuh tulisannya gede, “kusuri”, yang artinya emang toko obat’. Haaaah, pantesaan. Begini nih kalau terlalu semangat hanami malam. Sampai belanja saja gak liat toko apa.

Akhirnya kita memutuskan saja untuk keluar dari stasiun dan mencari kombini. Untunglah tak jauh dari pintu exit ada toko Sunkus yang masih buka. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 20.15. Di Sunkus, kita belanja aneka minuman dan makanan untuk memeriahkan acara hanami malam.

Norman belum makan malam, jadi dia membeli banyak onigiri (nasi kepal Jepang). Sementara Yumiko membeli coklat dan kue manis. Leila dan Jane tentu saja melirik-lirik aneka bir kaleng.

Kamipun keluar dari Sunkus dengan menenteng dua bungkusan besar plastik yang berisi makanan dan minuman. Abid bersedia menenteng kedua bungkusan plastik besar itu.

Keluar dari Sunkus kita masih mencari-cari lokasi Taman Rikugien. Maklum ternyata kita semua belum pernah ke taman itu. Kitapun melihat-lihat tanda dan peta di iphone.

Tapi keliatannya ada yang gak konsisten nih antara promosi hanami malam dengan suasana jalanan menuju taman. Kok suasana jalanan menuju gerbang Rikugien pada malam itu cukup sepi ya. Mencurigakan memang.

Setelah proses pencarian, kita akhirnya sampai juga di taman itu.

Tapi …. Kok sepi ya.

Seperti ini nih kondisi pintu tamannya.

Pintu Masuk Rikugien yang Tertutup. Mana Hanami Malamnya? / photo junanto

‘Oh no,’ kata Jane. ‘Jangan-jangan tutup! Gak Mungkin! Di web site ditulis ada hanami malam kok!’ kata Jane setengah menjerit penuh harapan.

Namun apa mau dinyana, pintu gerbang tetap tertutup dan digembok. Di sekitar taman ada beberapa pengumuman berhuruf kanji. Kita mengerahkan kemampuan Leila dan Yumiko yang bisa membaca kanji, untuk membaca pengumuman di depan pintu. Siapa tau ya, kita salah pintu masuk dan bahwa ada pintu masuk lainnya ke taman. Tapi hasilnya tetap nihil. Tetap tidak ada satupun pengumuman tentang hanami malam. Informasinya jelas, taman sudah tutup sejak pukul 17.00 sore.

Eeeng iiing eeeeng …

‘Gak mungkin website boong nih. Ayo kita tanya ke sana,’ kata Jane sambil menunjuk satu apartemen kecil yang masih menyala lampunya. Ditemani  oleh Yumiko, Jane-pun meluncur ke sana untuk bertanya pada mas-mas Jepang yang menjaga apartemen.

Jane: Ini betul Taman Rikugien?

Orang Jepang: Haik, betul nee

Jane: Katanya di sini ada hanami malam?

Orang Jepang: Haik, betul nee

Jane: Lho kok sekarang sepi? Pintu gerbangnya digembok kok?

Orang Jepang: Haik, tutupnya jam lima sore nee

Jane: Lho kok tutup jam 5 sore. Kan hanami malam musti malam. Jadi bukanya sampai malam mustinya.

Orang Jepang: Haik betul

Jane: Trus kalau betul, kenapa sekarang ga ada hanami malam?

Orang Jepang: Ooh hanami malam sudah selesai hari Minggu kemarin. Hari ini tidak ada lagi. Taman tutup jam 17.00.

Jane : #$%&’(&%$  …..Gubraak… Makasih mas!

 

Demikianlah, acara hanami di Rikugien malam itu pun gagal. Kita tidak bisa masuk ke dalam Rikugien guna menyaksikan sakura yang konon indahnya seperti ini (gambar diambil dari google)…

Seperti inilah kiranya keindahan Sakura Malam di Taman Rikugien / photonya dari google

Pasrah. Kitapun terduduk di depan pintu gerbang taman yang digembok. Karena lapar, Norman memakan onigiri. Saya makan roti. Yang lain mengais-ngais belanjaan, mulai dari kue hingga onigiri. Yaah lumayan, hanami di depan gerbang hehehe….

Usai makan, niatan foto-foto tetap dilakukan. Jadi kita ambil posisi  di depan gerbang, tentu saja dengan pose pasrah seperti ini….

eeeeng iiing eeeng, taman tutup jam 17.00 / photo junanto

Meski Rikugien tutup, semangat hanami malam kita tidak luntur. Setidaknya kita bukan tipe hanami-er yang mudah menyerah. Apalagi musim sakura segera berakhir. Kitapun telpon sana sini, browse sini sana, untuk mencari hanami nght spot yang baik.

Akhirnya kita memutuskan untuk ke daerah Idabashi. Di sana ada sungai yang lumayan besar dan bantarannya ditanami oleh pohon sakura. Betul saja. Saat tiba di sana, suasananya sudah ramai dengan orang2 Jepang yang melakukan hanami.

Ada satu café yang terletak di pinggir sungai, namanya “Canal Café”. Suasananya indah karena sakura merekah di sekitar café dan sungai. Cafe ini juga punya sejarah panjang. Tertulis, berdiri sejak 1918. Tapi alamak, antriannya panjang sekali. Kita menyerah.

Canal Cafe di Iidabashi, antriannya maak! / photo junanto

Akhirnya kita memilih untuk menggelar tikar di sepanjang bantaran sungai. Kebetulan ada spot kosong, tak jauh dari sebuah pekerjaan konstruksi. Bersebelahan dengan parkiran alat konstruksi dan mesin besar. Lumayan romantis kan hehehe….

Tapi lumayaan lah lokasi ini sebagai pelipur lara.

Meski terkesan darurat, suasana hanami malam tetap bisa dilaksanakan dengan khusyuk dan yang jelas, tetap seru!

Beginilah suasana hanami malam versi kami.

Salam hanami ….

Suasana hanami malam di bantaran IIdabashi / photo junanto
Tetap bisa ber-hanami malam / photo junanto by norman
Kampaiii ! Hanami Malam 2012 / photo junanto

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *