Diabolo, Grup Rock “Salary Man” Jepang

Penampilan Diabolo di Tokyo / photo junanto

Dibandingkan dengan musik pop-nya (J-Pop), musik rock Jepang kurang begitu populer di tanah air. Banyak dari kita mungkin mengenal Arashi atau AKB48, tapi tak banyak yang mengenal grup musik rock Jepang, seperti Crossfaith atau The Gazzete misalnya. Padahal, banyak event internasional rock yang diadakan di Jepang, seperti Fuji Rock Festival ataupun Summer Sonic Festival, yang juga menampilkan musisi rock Jepang.

Meski tidak terlalu populer di luar negeri, di kalangan anak muda Jepang, musik J-Rock tetap “happening”. Banyak anak-anak muda Jepang yang bukan hanya menggemari, tapi juga mendirikan grup indie dan kerap manggung di berbagai klub di seantero Jepang.

Akhir pekan lalu, kawan saya Kaneko-san mengundang saya untuk menyaksikan penampilan grup rock di Tokyo. Kebetulan yang bermain di grup tersebut adalah kawan-kawannya. Sebagai pecinta musik rock, ajakannya tentu tak saya sia-siakan. Namun saya diingatkan bahwa grup musik yang akan disaksikan adalah grup indie. Saya katakan bahwa saya justru senang datang ke klub house untuk menyaksikan penampilan grup indie. Rasanya lebih ekspresif gitu.

Diabolo, begitu nama grup musik tersebut. Mereka mengusung Japanese Rock sebagai aliran musiknya. Selama ini mereka secara rutin manggung dari klub ke klub di kota Tokyo. Saat saya menyaksikan penampilan mereka, saya langsung kagum dengan permainannya. Persis betul dengan musisi rock profesional. Vokalnya nyaring dan permainan instrumennya meraung-raung.

Penampilan Diabolo di Tokyo / photo junanto
Bersama Michan, vokalis Diabolo

Diabolo adalah grup band yang awalnya berdiri dari sekelompok teman sepermainan di wilayah Yokohama. Mereka adalah Misa-san pada vokal, Yukio-san pada bass, Daisuke-san pada gitar, Kouhei-san pada gitar, Hiroki-san pada keyboard, dan Tomo-san pada drum.

Sebagaimana disampaikan oleh Kaneko-san sebelumnya, keenam personil Diabolo tersebut adalah para “salary man”, atau sebutan bagi kaum pekerja di Jepang yang artinya “orang gajian” atau karyawan perusahaan.

Kelima personil Diabolo memang bekerja di berbagai perusahaan Jepang di Tokyo, seperti perusahaan IT atau elektronik. Meski bekerja sebagai salary man, sejak muda mereka memiliki hobi dan kecintaan yang mendalam pada musik rock. Oleh karena itu, usai bekerja, mereka berkumpul untuk berlatih band dan menyalurkan hobi mereka.

Di panggung, saya melihat Misha-san atau yang akrab dipanggil Mi-chan, tampil dengan vokalnya yang nyaring dan lantang. Diabolo membawakan empat lagu orisinal karya mereka sendiri, dan beberapa lagu J-Rock lainnya. Lagu karya Diabolo yang dibawakan adalah “Calling”, “Blue”, “Kirisane”, dan “Ai Ga Mahi Shisou”. Umumnya lagu tersebut bercerita soal hubungan antar kekasih dan cinta anak muda.

Usai menyaksikan Diabolo, saya menyempatkan diri untuk berbincang dengan para personil band di belakang panggung. Ke depan, Diabolo berencana untuk membuat album dan terus manggung. Melalui semangat indie,  mereka ingin tetap tampil optimal dan mempersembahkan yang terbaik bagi para penonton dan penggemar.

Usai menyaksikan penampilan Diabolo, saya berkata pada Kaneko-san bahwa saya sangat terhibur dengan penampilan mereka yang penuh semangat. Semoga Diabolo sukses selalu. Salam Indie Rock !!

Bersama Para Personil Diabolo

One comment

  1. wah keren.. itu para salaryman muda ya?
    saya suka band jepang aliran rock. lirik lagu mereka seperti puisi dan tidak melulu tentang cinta (entah itu hanya berlaku untuk band yang saya suka atau memang kebanyakan band jepang punya lirik secantik puisi). oh iya, ga terlalu penting sih, tapi saya hanya mau mengoreksi, itu bandnya namanya the GazettE, dobel T bukan The Gazzete dobel Z (saya sering salah tulis juga dulu). maaf, saya seorang fan, sih ^^.
    pingin lihat konser2 band indie di sana… 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *