Situs purbakala Candi Muaro Jambi adalah tempat yang wajib dikunjungi kalau mampir ke Provinsi Jambi. Sebagai penggemar wisata yang berbau mistik dan sejarah, saya tidak melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke sana, saat ke Jambi beberapa waktu lalu.
Lokasi situs Muaro Jambi tidaklah terlalu jauh dari pusat kota, atau hanya sekitar 26 kilometer. Kalau kita naik mobil, memakan waktu tak sampai setengah jam. Ditemani oleh Ihsan, kawan yang tinggal di Jambi, saya dan mas Dwi Mukti menyusuri jalan sejarah itu.
Setibanya di kompleks Candi Muaro Jambi, saya sangat terpana. Bukan hanya melihat sebuah tanda atau simbol kebesaran Nusantara di masa lampau, tapi saya juga merasakan suasana mistik yang masih kental dan semburat dari balik dinding-dinding Candi, yang terbuat dari tanah liat (batu bata) itu. Mas Dwi bahkan merasakan “semriwing” aroma bunga dan getar mistis di sana.
Sampai saat ini, misteri tentang di mana pusat kerajaan Sriwijaya masih belum terjawab. Namun keberadaan Situs Muaro Jambi jadi satu petunjuk akan kebesaran Kerajaan Sriwijaya pada Abad 7 hingga 14. Catatan dari I-Tsing, seorang pendeta Budha yang juga pengembara pada zaman Dinasti Ming, menyebutkan bahwa ia telah berkunjung ke Sriwijaya dan bermukim selama 6 bulan,
“Di suatu tempat di tepi sungai, tanpa bayang-bayang pada tengah hari, terletak antara Daratan Tiongkok dan India, terdapat beribu-ribu pendeta menuntut ilmu…..”
Para sejarawan menyimpulkan bahwa tempat yang dimaksud oleh I-Tsing tersebut adalah Sriwijaya, besar kemungkinan itulah kompleks Candi Muaro Jambi.
Catatan I-Tsing tersebut hingga saat ini masih tersimpan di kuil-kuil Buddha, baik di Tiongkok, India, dan beberapa negara Asia Tenggara. Saat berkeliling area kompleks, kami bertemu dengan tiga orang pendeta Buddha dari Thailand. Mereka berkata bahwa berkunjung di Muaro Jambi adalah sebuah perjalanan ziarah suci yang layak dilakukan. Di candi itu, saya perhatikan para pendeta tersebut melakukan semacam ritual, dan kemudian berfoto-foto dengan pengunjung.
Di pusat informasi museum, kami mendapatkan informasi bahwa situs Muaro Jambi tersebar mencapai 260 hektar di sepanjang bantaran sungai Batanghari. Bisa dikatakan bahwa inilah kompleks percandian Buddha Mahayana terluas di Indonesia. Bangunan candi, yang diperkirakan dibangun pada abad 8 hingga 9 Masehi tersebut, berisi lebih dari 60 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan batu bata yang belum dibangun kembali. Namun ada beberapa candi yang telah dirapikan, seperti Candi Gumpung dan Candi Tinggi. Sejak 2009, Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.
Kitapun berjalan kaki mengitari kompleks, dan bukan hanya melihat candi, namun ada juga parit atau kanal kuno buatan manusia dan kolam tempat penampungan air. Selain bangunan, dalam kompleks tersebut juga ditemukan aneka arca, seperti prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lumpang/lesung batu.
Ada juga gong perunggu dengan tulisan Cina, mantra Buddha yang ditulis pada kertas emas, keramik asing, tembikar, belanga besar dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik, bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda, fragmen pecahan arca batu, batu mulia serta fragmen besi dan perunggu.
Sungguh sebuah artefak dan kekayaan nusantara yang luar biasa.
Candi Gumpung dan lokasi pemandian menurut saya adalah tempat yang memiliki aura mistik. Hal itu dibenarkan oleh pengelola candi yang kami ajak bicara. Ia mengajak kami untuk melakukan ritual aura di kawasan Candi Gumpung. Namun dengan halus kami tolak, karena khawatir nanti terjadi perubahan aura dalam diri kita hehehe….
Namun lepas dari itu, hal yang paling saya sayangkan dari keindahan candi itu adalah soal pengelolaan yang belum optimal. Informasi bagi turis belum terlihat rapi dan menarik. Tidak ada brosur ataupun penjelasan yang memudahkan bagi turis untuk mengenal lokasi. Kemudian juga kondisi toilet yang menyedihkan. Sangat disayangkan.
Kesulitan lain, menurut pengelola kepada kami, adalah bahwa kompleks candi tersebar di rumah penduduk sehingga upaya konservasi kerap mengalami kendala. Bahkan katanya, ada satu bejana perunggu kuno yang hingga beberapa tahun lalu masih digunakan oleh warga sekitar untuk keperluan menampung air.
Tapi yang paling menyedihkan adalah satu lokasi situs di tepi sungai Batanghari yang sempat dihancurkan oleh sebuah perusahaan, bahkan puing situsnya dibuang ke sungai, karena lokasi tersebut akan digunakan untuk penggalian batu bara.
Semoga ke depan, setiap pihak yang berkepentingan terus meningkatkan kepedulian pada situs Muaro Jambi ini. Andai demikian, sebenarnya kita memiliki potensi besar sebagai negeri yang memiliki situs arkeologi masa silam. Tak kalah dengan negeri lain yang lebih baik pengelolaannya.
Muaro Jambi adalah yang paling memungkinkan sebagai pusat Kedatuan Sriwijaya daripada Palembang.
Situs kepurbakalaan Muaro Jambi merupakan situs peninggalan purbakala terluas di Indonesia, membentang dari barat ke timur sepanjang 7,5 km di tepian Sungai Batanghari, dengan luas ± 12 km². Peninggalan ini terbentang dari desa Muaro Jambi dan desa Danau Lamo di bagian barat hingga desa Kemingking Dalam, Kecamatan Muaro Sebo di bagian Timur, Kabupaten Muaro Jambi. Dari Kota Jambi situs purbakala ini dapat dicapai melalui jalur darat sekitar 30 menit ke arah timur Kota menuju Pelabuhan Talang Duku, kemudian dilanjutkan dengan jalur sungai menyeberangi Sungai Batanghari ke desa Muaro Jambi. Atau dapat pula dicapai melalui perjalanan darat langsung ke dekat situs melalui jalur memutar ke arah barat Kota, menyeberangi jembatan Aur Duri, kemudian dilanjutkan lewat desa Jambi Kecil ke arah situs, dengan perkiraan jarak dari pusat Kota ± 40 km. Pilihan lain adalah dengan menyewa perahu kéték atau sebeng (speed boat) yang dapat dijumpai di pinggiran sungai Batanghari di tengah kota, untuk kemudian menyusuri sungai Batanghari sambil menikmati pemandangan sepanjang aliran sungai menuju situs candi.