Saya selalu terkagum-kagum dengan bangunan Lawang Sewu di kota Semarang, Jawa Tengah. Bagi saya, Lawang Sewu adalah salah satu landmarks dari berbagai bangunan era kolonial yang terindah di dunia. Lawang Sewu didirikan pada tahun 1904 oleh arsitek Prof. Klinkhamer dan B.J. Qüendag, yang di dalam proses tersebut juga terlibat arsitek C. Citroen yang juga mendesain beberapa gedung di Hindia Belanda pada masa itu, seperti kantor Balaikota Surabaya dan Rumah Sakit Darmo.
Lawang Sewu bukanlah nama asli gedung tersebut, melainkan sebuah kantor untuk Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta Belanda. Namun karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, orang Jawa menyebutnya dengan istilah Lawang Sewu. Di Jawa, sesuatu yang sifatnya banyak atau masif kerap di representasikan dengan jumlah seribu.
Banyak cerita gaib yang beredar tentang gedung Lawang Sewu. Bahkan beberapa acara reality show di televisi pernah melakukan pengambilan gambar tentang dunia misteri di Lawang Sewu. Padahal sebenarnya, kisah sejarah di balik Lawang Sewu jauh lebih menarik untuk dinikmati para pengunjung.
Arsitektur bangunan kolonial yang bersifat campuran atau ekletik dirancang sesuai dengan iklim tropis. Hal itu terlihat dari bagaimana Lawang Sewu dibangun, dengan tetap menampilkan gaya Eropa ciri “Amsterdam School”, namun dibuat sedemikian rupa sehingga sebagian besar dari gedungnya tidak menghadap ke arah Timur-Barat secara langsung. Lawang Sewu mengantisipasi tampiasnya air hujan dan sinar matahari langsung dengan desainnya yang unik.
Satu hal yang menarik adalah adanya ruangan bawah tanah yang diisi oleh air. Fungsinya untuk menjaga kelembaban bangunan sehingga ruangan tidak terasa panas di siang hari. Jaman dahulu belum ada pendingin ruangan sehingga ide membuat ruang air bawah tanah adalah sebuah hal luar biasa.
Nah, di jaman pendudukan Jepang, Lawang Sewu dijadikan markas Kempetai atau polisi Jepang, dan ruangan bawah tanah itu dijadikan penjara air untuk tahanan. Lawang Sewu pernah dipakai sebagai kantor Kereta Api, Komando Daerah Militer IV Diponegoro, dan Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini menjadi saksi peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945). Sebelumnya,
Levitasi di Lawang Sewu adalah sebuah pengalaman dan penjelajahan sejarah. Saya memilih tempat di depan dan tengah gedung untuk melakukan levitasi. Kemegahan bangunan Lawang Sewu menjadikan levitasi memiliki efek “grandiose”. Bangunan bersejarah selalu menjadi latar belakang yang bagus untuk melakukan levitasi. Cobalah berkunjung ke bangunan bersejarah di tanah air, dan lakukan levitasi.
Salam levitasi !
Keren hasil foto levitasinya. Kayak terbang! 😀