Pesan Tuhan untuk Melakukan Traveling

Hidup Adalah Perjalanan

Pada waktu kecil, saya pernah bertanya ke Ustadz, “Pak Ustadz, amalan penting apa yang perlu saya lakukan untuk kehidupan. Apakah sholat atau puasa berlama-lama?”  Dengan bijak ustadz saya bilang bahwa ibadah ritual itu bagus dan penting untuk dilakukan secara konsisten dalam hidup. “Tapi ada perintah Tuhan lain yang juga perlu kamu lakukan nanti”, sambung pak Ustadz dengan tenang.

Apa itu? Pak Ustadz berkata, “Perbanyaklah Jalan2” …. Ya, jalan-jalan, boleh traveling, boleh piknik, tadabur alam. Intinya adalah pentingnya kita melakukan perjalanan ke berbagai tempat. Mungkin kalau istilah anak sekarang, traveling.

Awalnya saya bingung. Lah iya gimana gak bingung, karena saya nanya soal ibadah kok malah disuruh jalan-jalan. Tp seiring dengan bertambahnya usia, saya menyadari bahwa semakin banyak jalan, semakin bertambah iman kita. Manusia pada dasaranya adalah peziarah. Esensinya manusia selalu melakukan perjalanan. Namun jalannya manusia berbeda dengan hewan. Apa yang membedakan? Itulah yang dinamakan kualitas rohani dan kemampuan manusia mengambil makna dari perjalanan. Kualitas rohani manusia membedakan manusia dgn penghuni bumi lain. Dalam Al Quran 15:29, Allah SWT mengingatkan bahwa Ia telah meniupkan roh dari-Nya kepada Adam setelah jasadnya sempurna. Begitu umat Nasrani yang meyakini Injil pun menyebutkan, “Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan mengembuskan napas hidup ke dalam hidungnya. Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7). Dari kisah penciptaan di atas, terlihat bahwa kualitas manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.

Seluruh agama besar menempatkan manusia sebagai peziarah. Mulai dari Musa a.s yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat, lalu Isa as yang juga melakukan perjalanan dari Nazareth ke Yerusalem. Dan Rasulullah Muhammad saw yang menempuh business travel ribuan kilometer berdagang di masa muda hingga masa kenabiannya. Rasulullah berdagang hingga negeri Syam (yang kini Lebanon dan Suriah) menempuh jarak jauh dan bertemu dengan berbagai suku bangsa. Di sini kita melihat bahwa melakukan perjalanan adalah hal yang juga dilakukan Nabi-Nabi di masa lalu.

Al Quran setidaknya menyebutkan 9 ayat yang membahas tentang perjalanan atau traveling. QS Al Mulk 15, QS Muhammad 10, QS Yusuf 109,  QS Al Imran 137, QS An Naml 69, QS Luqman 31, QS Ar Rum 42, QS Al An’am 11. Banyaknya ayat traveling disebutkan dalam Al Quran menunjukkan betapa pentingnya manusia melakukan perjalanan.

“Lakukanlah perjalanan di muka bumi dan pelajari apa yang terjadi pada orang sebelum kamu” (QS Ruum 42).  Kalimat “fantasyiru fil ardh” bermakna harfiah mengetuk2 kaki di atas bumi. Itulah yang dimaknai dengan perjalanan di muka bumi, ke berbagai tempat, kota, bahkan negara.

Mengapa jalan2 penting? Bagi saya, perjalanan yang saya lakukan ke berbagai tempat memberi tiga pelajaran penting. Pertama, memberi kita pelajaran tentang adanya perbedaan di muka bumi. Bukan hanya berbeda suku, agama, juga bahasa dan budaya. Dengan berjalan ke berbagai tempat, kita bertemu beragam orang dengan beragam keyakinan dan budaya. Hal apa yang kita anggap baik di tempat kita, bisa jadi dianggap kurang sopan oleh mereka. Demikian pula sebaliknya. Kedua, perjalanan menjauhkan kita dari sifat sombong. Dengan melihat berbagai kebesaran Tuhan, maka kita menyadari betapa kecil dan bodohnya diri kita. Ilmu dan pengetahuan bangsa lain, keindahan alam gunung dan lautan, membuat kita tidak bisa sombong karena kita menyadari bahwa yang kita ketahui ini sangat sedikit sekali. Tdk ada alasan menjadi sombong. Ketiga, dengan melakukan perjalanan, kita belajar dari umat-umat terdahulu. Kita mampu menarik pelajaran bagaimana umat masa lalu berbuat kesalahan sehingga dapat memperbaiki diri. Bagaimana monumen dibangun lalu runtuh, bagaimana kesombongan bisa menjatuhkan kekuasaan, atau bahkan bagaimana kesabaran dan keadilan mampu membawa kesejahteraan. Semua bisa dipelajari dari masa lalu umat-umat terdahulu.

Jalan-jalan juga tidak berarti harus bermewah-mewah atau harus ke luar negeri. Tidak harus naik pesawat, berpose di depan ikon-ikon kekinian. Bukan itu esensi dari perjalanan. Tapi perjalanan pulang kampung atau mudik, perjalanan berkunjung ke handai taulan, berjalan ke pinggir kota, melihat gunung, sawah, danau,  juga bisa menjadi sarana tadabur yang sangat baik.

Ustadz saya mengibaratkan ada dua ekor anjing. Anjing pertama dirantai terus di dalam rumah. Sementara anjing kedua setiap hari diajak jalan bertemu orang. Kira2, anjing mana yg lebih galak? Tentunya anjing pertama. Ya, anjing yang tidak pernah dibawa ke luar, dirantai saja dalam rumah, akan bersikap lebih galak. Kalau ada orang lain masuk, ia akan menyerang.

Demikian pula manusia yg seumur hidupnya tidak pernah melakukan perjalanan, tidak pernah bertemu orang berbeda, atau orang yang memiliki budaya berberda. Orang yang hanya asik dengan dirinya atau kelompoknya sendiri. Tidak mau belajar dari orang lain yang berbeda. Biasanya mereka selalu merasa dan menganggap dirinya paling benar. Ciri orang seperti ini adalah kalau berhadapan dengan orang lain yg berbeda pandangan, langsung marah dan galak. Kadang inginnya menyerang. Semoga kita tidak demikian.

Selamat melakukan perjalanan kawan. Selamat Mudik. Selamat jalan2. Semoga kita menjadi insan yg lebih matang. Mohon maaf lahir bathin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *